Bisnis.com, JAKARTA — Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI) mencatat premi yang berasal dari produk asuransi yang dikaitkan dengan investasi (Paydi) atau lebih dikenal dengan unit linked masih mengalami kontraksi sepanjang 2023.
Berdasarkan data AAJI, premi unit-linked turun 22,6% secara tahunan (year-on-year/yoy) menjadi Rp85,33 triliun dibandingkan periode tahun sebelumnya Rp110,23 triliun. Penurunan premi unit linked pada 2023 mengalami tekanan terdalam jika dibandingkan dengan 2022 yang hanya turun 13,3% yoy.
Ketua Dewan Pengurus AAJI Budi Tampubolon menjelaskan bahwa pada 2022, selama 3–4 bulan pertama produk unit-linked masih bisa berjualan sebelum Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan Nomor 5/SEOJK.05/ 2022 (SEOJK Paydi) terbit.
Budi menuturkan bahwa perusahaan asuransi masih sempat berjualan dengan cara pemasaran yang sama dengan tahun-tahun sebelumnya saat unit linked masih berjaya. Kemudian, lanjut Budi, saat SEOJK Paydi meluncur, industri sempat mendapatkan sedikit masa transisi, tetapi harus sepenuhnya mematuhi aturan SEOJK Paydi.
“Jadi, sebetulnya tidak pas 12 bulan berbanding 12 bulan karena ada ketentuan peralihan dan ada masa di mana SEOJK Paydi baru keluar pada 2022,” ungkap Budi dalam Konferensi Pers Kinerja Industri Asuransi Jiwa Full Year 2023 di Jakarta, Selasa (27/2/2024).
Lebih lanjut, Budi memandang bahwa proyeksi pertumbuhan unit-linked tergantung dari kebutuhan masyarakat.
Baca Juga
“Menurut saya, pada dasarnya sangat tergantung dengan kebutuhan masyarakat. Apakah perusahaan asuransi lebih suka kepada unit-linked atau tradisional? Jawabannya mungkin tidak ada jawaban seragam, karena ada perusahaan asuransi yang dominan pada unit-linked dan juga ada yang tradisional,” tambahnya.
Di sisi lain, Budi melihat generasi muda saat ini lebih mengarah pada produk unit-linked untuk memenuhi kebutuhan dibandingkan dengan tradisional.
“Karena ada unsur investasi, lebih ada fleksibilitas dan sebagainya. Jadi, saya tetap bagian mereka yang melihat masa depan unit-linked masih positif,” pungkasnya.