Bisnis.com, JAKARTA — Pengamat mengungkap aturan kenaikan modal dapat mendorong aksi merger-akuisisi perusahaan asuransi untuk pemenuhan modal.
Praktisi manajemen risiko dan Ketua Umum Komunitas Penulis Asuransi Indonesia (Kupasi) Wahyudin Rahman mengatakan apabila aksi korporasi terjadi dalam jumlah banyak, dia meyakini bahwa industri asuransi akan semakin kuat.
"Jika aksi merger-akuisisi dilakukan oleh beberapa perusahaan skala besar atau perusahaan skala kecil tetapi dalam jumlah banyak, saya rasa industri akan sehat dan kuat. Hal ini akan tercipta permodalan dan skala ekonomi yang besar," kata Wahyudin dalam keterangan resmi, dikutip Kamis (28/3/2024).
Adapun, aturan kenaikan modal tercantum dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) Nomor 23 Tahun 2023 tentang Perizinan Usaha dan Kelembagaan Perusahaan Asuransi, Perusahaan Asuransi Syariah, Perusahaan Reasuransi, dan Perusahaan Reasuransi Syariah.
Dalam aturan tersebut modal disetor bagi perusahaan asuransi yang baru berdiri adalah minimal Rp1 triliun, dan reasuransi minimal Rp2 triliun.Perusahaan asuransi yang sudah berdiri juga harus meningkatkan modal minimumnya secara bertahap untuk memenuhi aturan paling lambat 31 Desember 2026, yakni asuransi minimal Rp250 miliar, reasuransi Rp500 miliar, asuransi syariah minimal Rp100 miliar, dan reasuransi syariah minimal Rp200 miliar.
Aturan tersebut juga memberlakukan pengelompokan kelas perusahaan asuransi berdasarkan modal yakni Kelompok Perusahaan Perasuransian berdasarkan Ekuitas (KPPE) I dan II dengan batas waktu 31 Desember 2028. Di KPPE I, perusahaan asuransi harus memiliki modal minimum Rp500 miliar dan asuransi syariah minimum Rp200 miliar.
Baca Juga
Di KPPE II, perusahaan asuransi harus memiliki modal minimum Rp1 triliun dan asuransi syariah minimum Rp500 miliar. Perusahaan yang masuk dalam KPPE I akan menawarkan produk asuransi yang sederhana, sementara perusahaan di KPPE II dapat menyelenggarakan seluruh kegiatan usaha asuransi, seperti menawarkan produk asuransi yang dikaitkan dengan investasi (PAYDI) atau unit linked.
Akuisisi IFG Life
Wahyudin menilai bahwa aturan tersebut dapat menjadi titik kebangkitan industri perasuransian untuk mampu berdaya saing go global. Dia kemudian menyinggung aksi akuisisi PT Asuransi Jiwa IFG (IFG Life) yang akan mengambil alih 70% saham PT Asuransi Jiwa Inhealth Indonesia (Mandiri Inhealth), yakni anak usaha PT Bank Mandiri (Persero) Tbk.
Saat ini, saham Mandiri Inhealth masih dimiliki oleh tiga pihak, yakni Bank Mandiri sebanyak 80%, PT Kimia Farma Tbk sebanyak 10%, dan Indonesia Financial Group (IFG) sebanyak 10%. Setelah akuisisi, IFG Life akan memiliki 80% saham Mandiri Inhealth dan Bank Mandiri akan memegang 20% sisanya.
Wahyudin menilai akuisisi Mandiri Inhealth secara umum akan menunjang profitabilitas IFG Life, karena kinerja Mandiri Inhealth yang positif beberapa tahun terakhir. Misalnya, pada 2023 Mandiri Inhealth mencatatkan laba Rp186 miliar dengan risk based capital (RBC) 733%.
Menurutnya, tujuan utama akuisisi itu ada pada pengembangan usaha asuransi kesehatan, mengingat bisnis asuransi kesehatan yang dijalankan Mandiri Inhealth cukup menarik. IFG Life pun dapat semakin memantapkan posisinya di industri asuransi.
"Dengan akuisisi itu bagi IFG Life dari segi aset akan bertambah sekitar Rp3 triliun. Namun, bermanfaat bagi IFG Life yang dapat menjadi leading asuransi kesehatan komersial dan kolaborasi antar-BUMN," pungkasnya.