Bisnis.com, JAKARTA - Presiden Direktur BCA Jahja Setiaatmadja memastikan kondisi likuiditas perseroan memadai di tengah era bunga tinggi. Ini tercermin dari loan to deposit ratio (LDR) berada di level 72,74% per Juni 2024.
LDR sendiri menunjukkan kondisi atau tingkat likuiditas suatu bank. Semakin tinggi LDR bank, maka semakin ketat likuiditasnya. Sebaliknya, semakin kecil LDR, maka semakin longgar likuiditas bank.
“Loan-to-deposit ratio, artinya, pinjaman kita dibandingkan dengan deposit yang ada hanya 72% saja, dibandingkan market berada di 85%. Jadi, kita cukup likuid, bahkan sangat likuid. Posisi likuiditas BCA sangat baik,” ujarnya dalam Paparan Kinerja Semester l I/2024, Rabu (25/7/2024).
Berdasarkan Statistik Perbankan Indonesia, kondisi likuiditas bank umum per April 2024 mencapai 84,49%, naik 365 basis poin (bps) dari tahun lalu yang mencapai 80,84%.
Bila dirinci, per April 2024 LDR KBMI I berada di level 78,98%; KBMI II di level 82,83%; KBMI III di level 89,47%; dan KBMI IV di level 83,71%.
Lebih lanjut, Jahja menyampaikan ketika suatu perseroan memiliki dana berlebih di tengah pengetatan likuiditas, tak jarang, bank memilih memarkir dana di surat berharga, salah satunya di Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI).
Baca Juga
“Kalau suatu saat ada kelebihan likuiditas ya masa dianggurin [didiamkan] di dalam tunai, ya enggak mungkin, jadi kita cari penempatan sementara, ada sarananya, misal kita tempatkan ke SRBI, tersedia ada yang 3, 6, 9 12 bulan tergantung proyeksi dana likuiditas kita,” ujarnya
Serupa, instrumen seperti Surat Berharga Negara (SBN) pun memberikan kesempatan kepada suatu perseroan yang memiliki likuiditas berlebih untuk bisa menempatkan dana secara jangka panjang, misal lebih dari satu hingga tiga tahun.
“Ini [SBN] sangat bermanfaat. Karena kita tahu pada saat SBN mendapat pressure [tekanan] dari kepemilikan asing, yang mengurangi di SBN. Kita sebagai pemain lokal kita ikut support [dukung],” ujarnya.
Dalam konteks ini, Jahja menyebutkan bahwa sebagai pemain lokal, mereka dapat ikut mendukung pasar SBN dengan membeli SBN yang diperlukan oleh APBN (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara).
“Karena bagaimanapun neraca pembayaran kita butuh SBN, itu artinya ada kebutuhan dari APBN untuk mengganjal kebutuhan APBN diperlukan SBN,” katanya.
BCA juga menganggap pembelian Surat Berharga Negara (SBN) sebagai bagian dari partisipasi mereka dalam mendukung pembangunan keuangan nasional.
Meski demikian, Jahja menegaskan sebagai bank, BCA menjalankan fungsi intermediasi utama dengan menerima dana masyarakat dan menyalurkannya sebagai kredit. Hal ini lantaran selain mendapat bunga kredit, bank juga mendapat tambahan bisnis lain yang bisa mendongkrak pendapatan bank.
“Tugas utama dan sangat profitable [yaitu] melepas kredit, karena kredit itu bukan hanya mendapatkan bunga kredit, tapi relationship dengan nasabah dalam bentuk kredit menghasilkan banyak hal ada kegiatan lain, seperti payment, trade finance hingga transaksi valas. Jadi kalau dikatakan bank enak taruh aja [dananya] di SBN, atau SRBI bank sudah profit, ya betul sih, tapi itu bukan message tujuan utama bank,” ujarnya.