Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Ekonom Ungkap Kenaikan Iuran BPJS Kesehatan Bukan Satu-satunya Solusi

Di tengah pelemahan daya beli masyarakat, kenaikan iuran BPJS Kesehatan dinilai harus menjadi pilihan paling terakhir apabila tidak ada opsi lain yang efektif.
Karyawati melayani peserta di salah satu kantor cabang BPJS Kesehatan di Jakarta, Selasa (14/6/2022). / Bisnis-Suselo Jati
Karyawati melayani peserta di salah satu kantor cabang BPJS Kesehatan di Jakarta, Selasa (14/6/2022). / Bisnis-Suselo Jati

Bisnis.com, JAKARTA — Ekonom mengungkap bahwa kenaikan iuran BPJS Kesehatan bukan menjadi satu-satunya solusi untuk menanggulangi potensi defisit pada 2026.

Ekonom dan Pakar Kebijakan Publik UPN Veteran Jakarta Achmad Nur Hidayat mengatakan menaikan iuran program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang diselenggarakan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan akan berdampak langsung pada masyarakat, terutama di kalangan pekerja informal dan peserta mandiri.

Kenaikan premi dapat menyebabkan peserta dari golongan ekonomi lemah kesulitan membayar iuran bulanan, yang berujung pada penurunan kepesertaan.

Selain itu, menaikkan premi akan meningkatkan beban pengeluaran rumah tangga, yang mungkin memicu ketidakpuasan sosial. Bagi masyarakat kelas menengah ke bawah, kenaikan premi dapat mengurangi daya beli mereka yang sudah terdampak inflasi dan kenaikan harga kebutuhan pokok.

"Oleh karena itu, kenaikan premi perlu menjadi opsi terakhir dan hanya dilakukan jika benar-benar tidak ada pilihan lain yang dapat diambil," kata Achmad dalam keterangannya pada Rabu (13/11/2024).

Achmad mengatakan ada beberapa solusi komprehensif dan inovatif yang dapat dilakukan antara lain optimalisasi dana investasi. Dalam melakukan investasi, dia menyarankan BPJS Kesehatan untuk menempatkan investasi pada sektor yang menguntungkan tetapi aman. Hal tersebut dapat meningkatkan pendapatan tambahan bagi badan publik tersebut. 

Kedua, kolaborasi dengan industri farmasi, di mana BPJS Kesehatan dapat bernegosiasi dengan produsen obat-obatan untuk mendapatkan harga yang lebih rendah untuk obat-obatan penyakit katastropik. 

"Kolaborasi ini akan menurunkan biaya pengeluaran untuk obat-obatan mahal yang dikonsumsi oleh pasien dengan penyakit berat," kata Achmad. 

Ketiga, peningkatan efisiensi operasional. Achmad menyarankan BPJS Kesehatan untuk melakukan audit menyeluruh untuk mengidentifikasi pemborosan dan ketidakefisienan dalam operasional sehari-hari. Menurutnya optimalisasi penggunaan sumber daya dan pemotongan biaya yang tidak perlu dapat membantu mengurangi pengeluaran tanpa mengorbankan kualitas layanan.

Keempat adalah pendekatan preventif dengan mengalokasikan lebih banyak anggaran untuk program preventif atau pencegahan penyakit, terutama untuk penyakit katastropik seperti jantung dan diabetes. 

"Edukasi kepada masyarakat tentang gaya hidup sehat dan deteksi dini dapat mengurangi biaya pengobatan dalam jangka panjang," katanya. 

Kelima adalah reformasi skema iuran, di mana dapat menjadi alternatif dari kenaikan iuran premi yang sama untuk semua peserta. Achman mengatakan BPJS Kesehatan dapat mempertimbangkan skema iuran yang lebih fleksibel. Misalnya saja, skema yang berbasis risiko kesehatan individu atau insentif bagi peserta yang menjaga gaya hidup sehat.

Achmad juga menekankan pentingnya dukungan pemerintah dalam menjaga keberlanjutan program JKN BPJS Kesehatan. Dia menyebut Pemerintah dapat memberikan bantuan dalam bentuk subsidi tambahan atau pembebasan pajak untuk beberapa layanan kesehatan tertentu.

"Hal ini akan meringankan beban BPJS Kesehatan, terutama dalam hal pembiayaan penyakit katastropik," katanya.

Tidak hanya sampai di situ, dia juga menyarankan pembentukan dana khusus penyakit katastropik. Dana tersebut dapat dikelola secara terpisah dan didukung oleh kontribusi sukarela dari masyarakat atau lembaga-lembaga filantropi. Kemudian, kemitraan dengan perusahaan swasta dalam menyediakan layanan kesehatan dasar untuk masyarakat sekitar sebagai bagian dari Corporate Social Responsibility (CSR). 

Digitalisasi layanan kesehatan, seperti telemedicine dan pemantauan kesehatan jarak jauh juga dapat membantu menurunkan biaya perawatan untuk penyakit kronis. 

"Dengan memanfaatkan teknologi, BPJS dapat mengurangi frekuensi kunjungan ke rumah sakit yang tidak perlu, sehingga menghemat biaya operasional," kata Achmad.

Selanjutnya, dia menyebut BPJS Kesehatan juga perlu meningkatkan pengawasan untuk mencegah penyalahgunaan layanan. Tindakan preventif seperti verifikasi identitas pasien, audit rutin, dan sistem laporan yang lebih transparan dapat mengurangi potensi penyalahgunaan dan penipuan klaim.

"Gagal bayar BPJS Kesehatan pada 2026 bukanlah sesuatu yang tak terhindarkan jika langkah-langkah tepat diambil sejak dini. Menaikkan premi harus menjadi opsi terakhir, mengingat dampak langsungnya pada masyarakat," katanya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper