Bisnis.com, JAKARTA - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menjelaskan asuransi kesehatan harus memiliki tiga kapabilitas dasar untuk menahan laju klaim karena tingginya kasus penyakit kritis.
Adapun, World Health Organization (WHO) menyebut bahwa penyakit tidak menular (non-communicable diseases/NCDs), seperti penyakit kardiovaskular (termasuk serangan jantung), stroke, kanker dan diabetes menjadi penyebab utama kematian di Indonesia yang menyumbang 52,2% dari total kematian.
Deputi Komisioner Bidang Pengawasan Perasuransian, Penjaminan dan Dana Pensiun Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Iwan Pasila mengatakan NCDs memang sudah lama menjadi salah satu sumber peningkatan biaya kesehatan. Sebagai pelindung kesehatan jiwa bagi masyarakat, Iwan mengatakan industri asuransi jiwa harus memiliki kapabilitas yang baik.
"Dalam ekosistem asuransi kesehatan, saat ini kami mendorong setiap pemain dalam ekosistem asuransi kesehatan untuk memiliki tiga kapabilitas dasar, yaitu kapabilitas digital, kapabilitas medis dan memiliki Medical Advisory Board," kata Iwan kepada Bisnis, dikutip Minggu (12/1/2025).
Iwan merinci, kapabilitas digital memungkinkan perusahaan asuransi untuk terkoneksi secara digital dengan rumah sakit sehingga memiliki data tentang tindakan medis yang diberikan kepada nasabahnya dan dapat memberikan masukan secara berkala dalam bentuk utilization review atas efektivitas pemberian layanan medis dan layanan obat di rumah sakit.
Kedua, dengan kapabilitas medis menurutnya akan mengharuskan perusahaan asuransi untuk memiliki tenaga medis dalam jumlah yang memadai untuk dapat mengolah data layanan medis yang diperoleh dari rumah sakit untuk melihat efektivitas dan efisiensinya serta memberikan masukan secara berkala melalui utilization review.
Baca Juga
"Ketiga, keberadaan Medical Advisory Board dimaksudkan untuk memberikan masukan kepada perusahaan asuransi dalam berinteraksi dengan rumah sakit rekanan untuk mendorong layanan medis berbasis clinical pathways dan layanan obat dengan medical efficacy yang memadai," jelasnya.
Meski industri asuransi punya peran penting dalam perlindungan terhadap penyakit kritis, Iwan menilai cara efektif memitigasi risiko penyakit ini adalah dengan mengubah pola hidup dan pola makan masyarakat menjadi lebih sehat.
"Untuk tindakan media yang dibutuhkan saat ini memang harus diberikan namun upaya memitigasi inefisiensi dalam memberikan tindakan medis harus terus diupayakan. Hal ini dengan mendorong fasilitas kesehatan untuk memberikan layanan medis berdasarkan clinical pathways yang baik dan memberikan layanan obat berdasarkan medical efficacy yang memadai," pungkasnya.
Adapun berdasarkan salah satu indikator kesehatan dalam riset WHO, yakni probability of premature mortality from NCDs, yang mengukur probabilitas seorang individu berusia 30 tahun akan meninggal sebelum usia 70 tahun akibat penyakit kardiovaskular, kanker, diabetes atau penyakit pernapasan kronis, di Indonesia tercatat sebesar 25%. Padahal rata-rata global yang hanya sebesar 19%.
Di sisi lain, asuransi jiwa dipercaya jadi peredam meningkatnya beban biaya kesehatan masyarakat. Berdasarkan laporan IFG Progress, menunjukkan bahwa peningkatan 1% prevalensi kanker, jantung dan stroke meningkatkan rata-rata pengeluaran kesehatan per orang per tahun masing-masing sebesar 0,47%, 1,004% dan 0,124%.