Bisnis.com, JAKARTA — Ekonom PT Bank Danamon Indonesia Tbk. (BDMN) Hosianna Evalita Situmorang memprediksikan suku bunga acuan BI Rate tetap di level 6%, sejalan dengan antisipasi perkembangan global termasuk menanti pelantikan Donald Trump pada 20 Januari 2025.
Hosianna berpandangan bahwa Bank Indonesia (BI) masih akan berhati-hati dalam melihat ruang pemangkasan suku bunga karena faktor eksternal tersebut.
"Menyongsong Inagurasi Trump pada 20 Januari mendatang, BI perkiraannya akan hati-hati menjelang pergantian presiden AS dengan menahan BI Rate," tuturnya kepada Bisnis, Selasa (14/1/2025).
Selain menanti Trump menggantikan Joe Biden, hasil rilis data ekonomi AS yang masih solid membuat pasar memperkirakan Fed Fund Rate (FFR) akan turut ditahan usai pada pertemuan bulan lalu dipangkas ke level 4,25%—4,5%.
Sebelumnya, Bank Indonesia terus mencermati pergerakan nilai tukar rupiah dan prospek inflasi serta perkembangan data dan dinamika kondisi ekonomi yang berkembang dalam memanfaatkan ruang penurunan suku bunga kebijakan moneter lebih lanjut.
Semakin tingginya ketidakpastian perekonomian global akibat arah kebijakan AS dan eskalasi ketegangan geopolitik di berbagai wilayah pun menjadi alasan Gubernur BI Perry Warjiyo masih menahan BI Rate sebesar 6%.
Baca Juga
Lebih lanjut, ekonom lainnya sepakat memprediksikan BI akan kembali menahan suku bunga acuan BI Rate di level 6% dalam pengumuman hasil Rapat Dewan Gubernur BI, Rabu (15/1/2025).
Ekonom Makroekonomi dan Pasar Keuangan LPEM FEB UI Teuku Riefky turut melihat keputusan BI Rate besok akan lebih bergantung pada kondisi global.
Pasalnya, tensi perang dagang menjelang kepemimpinan Trump dan sinyal-sinyal langkah The Fed ke depan akan mempengaruhi nilai tukar dan pada akhirnya mengancam volatilitas rupiah.
"Sebagian besar tergantung kondisi eksternal seperti tensi perang dagang dan langkah The Fed, karena akan mempengaruhi nilai tukar," ujarnya.
Di dalam negeri, Menteri Koordinator bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menyampaikan bahwa suku bunga yang tengah dijaga tersebut sebagai bentuk dampak dari kebijakan AS.
Selain itu, hal tersebut juga menjadi langkah untuk menjaga modal asing tidak mengalir keluar alias capital outflow.
"Jika AS mempertahankan suku bunga yang tinggi, maka tidak ada pilihan lain bagi Indonesia untuk mempertahankan suku bunga tersebut. Jadi saya pikir kami ingin melindungi dari arus modal keluar," ujarnya dalam IBC: Business Competitiveness Outlook 2025, Senin (13/1/2025).