Bisnis.com, JAKARTA — Bank Indonesia melaporkan posisi outstanding instrumen Sekuritas Rupiah Bank Indonesia alias SRBI kian menurun sejak Desember 2024 hingga pertengahan bulan ini.
Per 17 Februari 2025, posisi outstanding SRBI tercatat senilai Rp892,9 triliun. Kepemilikan nonresiden dalam SRBI per tanggal 17 Februari 2025 mencapai Rp225,35 triliun atau mencakup 25,24% dari total outstanding.
Kepala Departemen Pengelolaan Moneter dan Aset Sekuritas BI Edi Susianto menyampaikan penurunan posisi SRBI yang dipegang oleh perbankan menggambarkan kebutuhan likuiditas bank.
“Di mana di awal tahun ada siklus arus balik uang kartal ke BI pascakebutuhan uang kartal oleh masyarakat yang meningkat di periode libur Natal dan akhir tahun,” ujarnya kepada Bisnis, Kamis (20/2/2025).
Edi menyampaikan pada dasarnya SRBI bagi bank-bank adalah sebagai salah satu instrumen untuk pengelolaan likuiditas, sementara bagi investor asing adalah outlet investasi jangka pendek.
Lebih lanjut, untuk investor asing, Edi melihat preferensi investor ingin menempatkan di instrumen dalam dolar AS karena kondisi ketidakpastian global yang masih tinggi.
Baca Juga
Pasalnya Kebijakan fiskal AS yang lebih ekspansif mendorong yield US Treasury tetap tinggi, meskipun sedikit menurun akibat meningkatnya permintaan investor global terhadap US Treasury.
Di sisi lain, sebagian investor asing juga memilih instrumen surat utang yang pemerintah Indonesia terbitkan, yakni Surat Berharga Negara (SBN).
“Ada juga asing yang lebih ingin menempatkan dananya di instrumen investasi dalam rupiah yang jangka lebih panjang seperti SBN. Jadi hal ini suatu penyesuaian yang normal,” lanjutnya.
Hal tersebut juga tercermin dalam outstanding SBN yang bergerak meningkat ketika kondisi sebaliknya terjadi di SRBI, yang justru menurun.
Mengacu catatan Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) Kementerian Keuangan, outstanding SBN naik dari awal Januari 2025 senilai Rp7.757 triliun menjadi Rp7.841 triliun per 13 Februari 2025.
Sementara outstanding SRBI mencapai level tertingginya pada November 2024 senilai Rp969,16 triliun dan perlahan menurun menjadi Rp892,9 triliun per 17 Februari 2025.
Meski menurun, Edi menegaskan masih sangat memadai untuk mendorong pendalaman pasar sekunder SRBI.
Sebelumnya, Gubernur BI Perry Warjiyo menyampaikan seluruh instrumen moneter akan terus dioptimalkan, untuk memperkuat efektivitas kebijakan dalam menarik aliran masuk investasi portofolio asing dan mendukung stabilitas nilai tukar rupiah.
Termasuk penguatan strategi operasi moneter pro-market melalui optimalisasi instrumen SRBI, Sekuritas Valas Bank Indonesia (SVBI), dan Sukuk Valas Bank Indonesia (SUVBI).
Posisi Outstanding SRBI:
Periode | Outstanding (Rp, triliun) |
---|---|
2023 | 254,45 |
Januari 2024 | 350 |
Februari 2024 | 399,4 |
Maret 2024 | 404,97 |
April 2024 | 410,74 |
Mei 2024 | 558,23 |
Juni 2024 | 721 |
Juli 2024 | 860,28 |
Agustus 2024 | 920,77 |
September 2024 | 927,61 |
Oktober 2024 | 960,66 |
November 2024 | 969,16 |
Desember 2024 | 923,53 |
Januari 2025 | 893,97 |
Februari 2025* | 892,9 |