Bisnis.com, JAKARTA — Investor saham sedang tidak diuntungkan dengan melemahnya bursa di Indonesia, tidak terkecuali para nasabah produk asuransi yang dikaitkan dengan investasi atau PAYDI, yang dikenal sebagai unit-linked.
Chief Customer & Marketing Officer PT Prudential Life Assurance (Prudential Indonesia) Karin Zulkarnaen mengatakan bahwa untuk penempatan instrumen investasi PAYDI, Prudential sangat memperhatikan kenyamanan nasabah dalam berinvestasi.
"Penempatan pada obligasi pemerintah dan obligasi korporasi yang memiliki peringkat layak investasi [investment grade] menjadi salah satu strategi kami dalam mengelola portofolio investasi PAYDI berbasis pendapatan tetap [obligasi] dan portofolio investasi PAYDI berbasis campuran," kata Karin kepada Bisnis, dikutip pada Minggu (23/3/2025).
Terkait dengan portofolio investasi PAYDI berbasis saham, sambungnya, Prudential juga senantiasa menerapkan prinsip kehati-hatian dalam mengelola subdana PRULink sesuai dengan strategi investasi masing-masing subdana.
"Caranya antara lain adalah dengan memilih saham perusahaan yang memiliki bisnis yang berkesinambungan, kinerja keuangan yang solid, manajemen yang berkualitas, valuasi yang menarik dan likuiditas yang baik," tegasnya.
Karin menjelaskan bahwa untuk pilihan subdana atau instrumen investasi ini diserahkan sepenuhnya kepada nasabah, sementara Prudential selalu memberikan sosialisasi kepada nasabah/calon nasabah untuk mengenali prosil resikonya sehingga mereka dapat memilih subdana yang sesuai dengan profil risiko nasabah.
Baca Juga
Menilik tren di industri asuransi jiwa, tercatat klaim surrender asuransi jiwa atau nilai polis yang diterima nasabah karena menghentikan pertanggungan asuransinya sebelum berakhirnya kontrak sepanjang periode 2024 sebesar Rp77,15 triliun. Klaim surrender tersebut didominasi oleh produk PAYDI sebesar 74,5%. Sejalan dengan hal tersebut, premi dari PAYDI mengalami kontraksi 11,5% (year on year/YoY) menjadi Rp75,03 triliun.
Menjelaskan apa yang terjadi di Prudential Indonesia, Karin memaparkan bahwa hingga kuartal III 2024, klaim surrender di perusahaannya tetap stabil di tengah tantangan yang dihadapi industri asuransi saat ini. Selaras dengan tren industri, klaim surrender dari unit link Prudential tercarat masih mendominasi.
"Kami melihat nasabah yang melakukan surrender disebabkan berbagai faktor seperti kebutuhan dana mendesak atau perubahan kondisi finansial atau menyesuaikan kembali perlindungan yang sudah dimiliki tersebut dengan profil risikonya saat ini seiring dengan mulai adanya kesadaran dari nasabah untuk memilih dan membeli produk asuransi yang sesuai dengan profil risikonya," katanya.
Selain itu, sambung Karin, klaim surrender dipilih bagi nasabah yang mungkin ingin mengalihkan perlindungan ke produk asuransi yang lebih komprehensif yang disesuaikan dengan kebutuhan nasabah saat ini.
Sebelumnya, pengamat asuransi dan Dosen Program Magister Manajemen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Gadjah Mada (UGM), Kapler Marpaung menjelaskan ada banyak alasan nasabah PAYDI mengakhiri kontrak mereka. Dari beberapa faktor yang ada, Kapler menduga ada hubungannya dengan kondisi daya beli melemah dan kebutuhan yang mendesak, sehingga masyarakat butuh bantalan ekonomi.
"Pendapatan masyarakat menurun, sementara pengeluaran tetap atau naik sehingga harus mencari alternatif penghasilan," kata Kapler.