Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Mininya Reasuransi Tanah Air dan Perlunya Insentif dari Pemerintah

Pemerintah sedang berupaya menarik perusahaan reasuransi asing untuk beroperasi di Indonesia.
Karyawan beraktivitas di dekat logo-logo perusahaan asuransi di kantor Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI) di Jakarta, Rabu (5/1/2021). Bisnis/Suselo Jati
Karyawan beraktivitas di dekat logo-logo perusahaan asuransi di kantor Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI) di Jakarta, Rabu (5/1/2021). Bisnis/Suselo Jati

Untuk diketahui, Indonesia mencatatkan defisit neraca reasuransi dalam tiga tahun terakhir dan angkanya semakin melebar. Berturut-turut dari 2022 hingga 2024, defisit reasuransi tercatat sebesar Rp7,95 triliun, Rp10,20 triliun hingga membengkak menjadi Rp12,10 triliun. 

Direktur Teknik Operasi PT Reasuransi Indonesia Utama (Persero) atau Indonesia Re Delil Khairat mengatakan untuk menekan defisit tersebut maka perusahaan reasuransi yang ada di Indonesia harus diperkuat. Hal ini akan menarik premi masuk ke Indonesia.

"Kita perkuat capital, perkuat permodalan, perkuat kapabilitasnya sehingga mereka mampu bersaing dengan pemain global. Maka mereka tidak hanya mampu menahan risiko di dalam negeri tapi memasukkan risiko dari luar negeri sehingga menekan defisit neraca pembayaran," kata Delil kepada Bisnis.

Dia mengatakan Indonesia memang menjadi salah satu negara dengan perusahaan reasuransi domestik paling banyak di dunia. Namun, total akumulasi modal dari 9 perusahaan reasuransi di Indonesia masih sangat kecil jika dibandingkan dengan kompetitor luar negeri.  

Delil mencatat, saat ini perusahaan dengan ekuitas lebih dari Rp2 triliun hanya Indonesia Re. Kemudian di bawahnya, perusahan reasuransi dengan ekuitas yang sudah menyentuh Rp1 triliun hanya PT Tugu Reasuransi Indonesia (Tugure) dan PT Maskapai Reasuransi Indonesia (Marein). Sisanya bahkan belum ada yang menyentuh ekuitas sebesar Rp1 triliun.

"Jadi kita banyak tapi kecil-kecil, imut-imut. Jadi kalau kita total ekuitas dari semua perusahan reasuransi yang berjumlah sembilan itu, kita total semua, baru sekitar Rp8,8 triliun atau Rp8,9 triliun," ujarnya.

Delil membandingkan angka tersebut bahkan hampir setara hanya dengan satu perusahaan reasuransi yang ada di Malaysia.

"Malaysian Re satu saja ekuitasnya kurang lebih Rp8 triliun. Kita sembilan biji ditotal baru mencapai sekitar Rp8,9 triliun. Jadi itu memperlihatkan berapa reasuransi di Indonesia banyak tapi kecil-kecil," tegasnya.

Dengan perbedaan tersebut, Delil mengatakan Malaysia sudah menjadi hub reasuransi kawasan Asia. Maka untuk menarik lebih banyak premi masuk ke reasuransi di Indonesia, menurutnya Indonesia juga harus didorong menjadi hub reasuransi  dengan mengundang perusahaan reasuransi luar negeri untuk beroperasi di Indonesia.

Menurutnya, selain menarik lebih banyak premi masuk ke Indonesia, upaya menekan defisit pembayaran reasuransi juga perlu dilakukan dengan cara penguatan retensi industri asuaransi dan reasuransi di Indonesia.

Delil mengatakan masih banyak perusahaan yang mengambil retensi terlalu kecil, yang membuat posisi mereka dipertanyakan, apakah bertindak sebagai risk carrier atau hanya sebatas intermediaries alias broker.

"Jadi ini harus dioptimalkan, didorong, harus ada regulasi OJK yang mendorong agar semua perusahaan asuransi dan reasuransi mengoptimalkan retensi mereka sehingga semakin berkurang premi ke luar negeri," pungkasnya.

Halaman
  1. 1
  2. 2
 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Bisnis Indonesia Premium.

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Bisnis Indonesia Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper