Bisnis.com, JAKARTA – Industri reasuransi di Indonesia mengawali 2025 dengan catatan kontraksi pada ekuitas dan hasil investasi. Tren di industri tersebut juga dialami oleh PT Reasuransi Indonesia Utama (Persero) atau Indonesia Re.
Menanggapi hal tersebut, Direktur Utama Indonesia Re Benny Waworuntu mengatakan terlalu dini untuk menilai performa keuangan reasuransi di awal tahun. Menurutnya, kinerja keuangan perusahaan reasuransi akan terefleksi di akhir tahun nanti.
"Kalau bicara hasil investasi, itu yang diakui kapan sesuai aturan? 31 Desember. Jadi angka sekarang itu belum menunjukkan apa-apa. Ini masih perjalanan," kata Benny saat ditemui di Jakarta, Kamis (12/6/2025).
Tahun depan, Indonesia Re bakal terlibat dalam konsorsium asuransi yang menanggung asuransi parametrik bencana alam di wilayah Indonesia. Konsorsium ini akan diikuti oleh reasuransi-reasuransi Tanah Air.
Dalam kaitannya dengan kinerja ekuitas dan hasil investasi industri yang sedang susut, Benny menegaskan ada konsep risk sharing yang kemungkinan juga akan melibatkan reasuransi global.
"Jadi menurut saya tidak terlalu terkait [berdampak] untuk kita bisa melakukan program ini [asuransi parametrik bencana alam] dengan sebaik-baiknya," tegasnya.
Baca Juga
Sementara itu, Direktur Teknik Operasi Indonesia Re, Delil Khairat, menjelaskan bahwa penyusutan beberapa parameter keuangan dalam industri reasuransi menjadi fenomena yang disebabkan oleh banyak hal yang saling berkaitan, antara lain situasi ekonomi makro, underlying risiko yang dilakukan setiap perusahaan, hingga faktor implementasi IFRS 17 (International Financial Reporting Standard 17).
"Itu semua berkorelasi menyebabkan penurunan parameter-parameter itu. Tapi saya tidak melihat itu sebagai sesuatu yang terlalu mengkhawatirkan, ini lebih ke transisional saja," ujar Delil.
Dalam kaitannya dengan industri reasuransi yang bakal menanggung risiko asuransi parametrik bencana di Tanah Air, Delil menjelaskan bahwa ide besarnya adalah bagaimana program asuransi parametrik bencana alam ini bisa mengoptimalkan kapasitas reasuransi di dalam negeri.
"Jadi bagaimanapun kita tahu risiko bencana alam itu risiko yang sangat besar dan volatile. Jadi dalam desain ini, kita sedang ada di fase kritikal untuk memastikan supaya program ini bisa berkelanjutan, dan industri asuransi dalam negeri berkelanjutan, tidak collapse," ujarnya.
Untuk itu, menurutnya akan sangat penting untuk menghitung dengan cermat berapa retensi yang bisa ditahan di dalam negeri untuk dibagikan ke semua anggota konsorsium, dan berapa di atas itu yang akan ditransfer ke reasuransi global.
Berdasarkan statistik Otoritas Jasa Keuangan (OJK), dalam periode Januari–Februari 2025, jumlah ekuitas industri reasuransi mengalami koreksi 15,5% year on year (YoY) menjadi Rp7,13 triliun. Sementara itu, hasil investasi reasuransi turun 31% YoY menjadi Rp152,55 miliar.
Berdasarkan laporan keuangan Indonesia Re (unaudited) per Februari 2025, ekuitas perusahaan tergerus 9,4% YoY menjadi Rp2,5 triliun, sedangkan hasil investasi merosot 55,7% YoY menjadi Rp35,52 miliar.
Adapun dalam laporan keuangan terbaru, ekuitas perusahaan per April 2025 mengalami koreksi 4% YoY menjadi Rp2,65 triliun, sedangkan hasil investasi tergerus 41,5% YoY menjadi Rp102,46 miliar.