Bisnis.com, JAKARTA--- Otoritas Jasa Keuangan (OJK) meminta kepada Dewan Jaminan Sosial (DJSN) beserta Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan untuk duduk bersama membahas program jaminan pensiun agar tidak terjadi persoalan insolvensi yang serius.
Dumoly F.Pardede, Deputi Komisioner Pengawas Industri Keuangan Non Bank I OJK, mengatakan sistem pendanaan untuk program jaminan pensiun BPJS Ketenagakerjaan perlu dibuat secara berhati-hati.
“Ini bicara masalah sustainability, going concern dari program yang sifatnya wajib dan kaitkan dengan dana negara maka perlu hati-hati membuat funding system dari BPJS. Antara iuran dengan uang pensiun nanti harus match,” katanya sesuai menghadiri 2014 Microtakaful Conference Indonesia, Kamis (24/4).
Dumoly mengatakan OJK menilai perlu adanya opting out atau batasan manfaat pensiun yang dapat dibayar oleh BPJS Ketenagakerjaan. Di luar batasan itu, sambungnya, untuk program dana pensiun yang dijalankan oleh dana pensiun pemberi kerja (DPPK) maupun dana pensiun lembaga keuangan (DPLK).
“Perlu kerjasama untuk mendesain program pensiun BPJS, sebelum terjadi suatu serious insolvency di kemudian hari. Yang ada shortage fund untuk bayar kewajiban, padahal sudah ditetapkan, sementara iuran sudah tidak mampu membiayai kewajiban itu,” katanya.
Seperti diketahui, pemerintah kini tengah menyiapkan peraturan mengenai program jaminan pensiun yang akan dijalankan oleh BPJS Ketenagakerjaan mulai 1 Juli 2015. Sampai saat ini, pembahasan mengenai program tersebut masih alot.
Berdasarkan UU No.40/2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN), program jaminan pensiun diselenggarakan berdasarkan manfaat pasti atau terdapat batas minimum dan maksimum manfaat yang akan diterima pesetra.