Bisnis.com, JAKARTA - Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) sedang menggodok mekanisme pembayaran premi dalam Program Restrukturisasi Perbankan (PRP).
PRP adalah tugas baru LPS yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2016 tentang Pencegahan dan Penanganan Krisis Sistem Keuangan.
Ketua Dewan Komisioner LPS Halim Alamsyah mengatakan, pihaknya bersama dengan Otoritas Jasa Keuangan dan Bank Indonesia tengah mendiskusikan besaran premi PRP yang wajib dibayarkan oleh bank.
"Memang ada diskusi, memungkinkan atau tidak bank tetap membayar 0,2% [sesuai premi simpanan] lalu dari situ bisa di-split [dibagi], sebagian untuk penjaminan, yang sebagian untuk pencegahan krisis," katanya di Jakarta, Rabu (28/2).
Namun, jika skema tersebut dilakukan maka LPS akan sulit memenuhi target 2,5% dari total DPK bank untuk dana penjaminan. Hal tersebut diatur dalam undang-undang LPS.
Halim menerangkan, saat ini dari target 2,5% tersebut baru bisa terpenuhi sekitar 1,8%. Apabila premi simpanan dibagi untuk premi PRP maka target tersebut akan semakin sulit dipenuhi.
"Ini perintah undang-undang. Satunya lagi juga undang-undang tapi belum jelas berapa rate-nya. Nanti kami coba diskusikan lagi berapa rate-nya," imbuhnya.
Terkait waktu terbitnya Peraturan Pemerintah yang mengatur besaran tersebut, dia yakin akan terealisasi tahun ini.
Namun, untuk pelaksanaan pungutan premi kemungkinan besar tidak dilakukan tahun ini sebab masih harus menunggu kesiapan perbankan.