Bisnis.com, JAKARTA - Di level Asia Tenggara, Indonesia menempatkan dua wakil dalam jajaran lima besar bank terbesar dari segi kapitalisasi pasar.
Keduanya adalah PT Bank Rakyat Indonesia Tbk. (BRI) dan PT Bank Central Asia Tbk. (BCA). Mereka diapit oleh tiga bank Singapura yakni DBS Bank, Oversea-Chinese Banking Corporation (OCBC) dan United Overseas Bank (UOB).
BCA ada di posisi dua tepat di bawah DBS. Sedangkan BRI di posisi empat, di antara OCBC dan UOB. Kapitalisasi pasar BCA 8 Maret ada di kisaran Rp568 triliun, sedangkan BRI sekitar Rp460 triliun.
Meskipun menempati posisi yang tinggi dalam kancah perbankan Asean, tetapi keduanya mempunyai sikap yang berbeda. BRI agresif, sementara BCA cenderung kalem.
BRI terang-terangan memasang target ingin menjadi bank terbesar di Asean dalam 4 tahun mendatang. Hal tersebut tertuang dalam visi perseroan menjadi “The Most Valuable Bank in South East Asia” pada 2022.
Direktur Utama BRI Suprajarto mengatakan, mereka berambisi merebut tahta DBS Bank Singapura sekaligus menyalip BCA sebagai bank paling bernilai di Asia Tenggara.
Baca Juga
"Saat ini kami ada di posisi empat. Tapi empat tahun lagi kami akan jadi bank paling bernilai di Asia Tenggara dengan kapitalisasi pasar di atas US$60 miliar," katanya di Bali baru-baru ini.
Sesumbar Suprajarto bukan tanpa dasar. Bank pelat merah ini sudah dalam jalur yang tepat menuju target tersebut. Akhir tahun lalu BRI masih berada di posisi 5, di bawah UOB. Namun, di awal tahun ini mereka sudah merangsek naik ke posisi 4.
Dari sisi aset, khusus bank saja tercatat sudah tembus Rp1.000 triliun, tepatnya Rp1.076 triliun atau tumbuh 11,7% (yoy). Sementara secara konsolidasi, aset Bank BRI melesat 12,22% (yoy) dari Rp1.003,64 triliun menjadi Rp1.126,25 triliun.
Saat ditanya mengenai rencana BRI tersebut, Presiden Direktur BCA Jahja Setiaatmadja mengaku tak risau.
"Kami tidak pernah pasang target mau jadi nomor berapa. Kalau BRI mau jadi nomor satu ya tidak apa-apa," katanya dalam paparan kinerja perseroan di Jakarta, Kamis (8/3).
Dia mengatakan, pihaknya tak pernah memasang target menjadi bank terbesar di Asean sekalipun posisinya saat ini nomor dua di bawah DBS Bank.
"Kami tidak pernah pasang target mau jadi nomor berapa. Kalau BRI mau jadi nomor satu ya tidak apa-apa," katanya dalam paparan kinerja perseroan di Jakarta, Kamis (8/3).
Menurutnya, alih-alih pusing memikirkan kemungkinan disalip, mereka memilih untuk fokus pada kinerja perseroan seperti menjaga performa saham, menjaga kualitas layanan dan strategi masa depan.
Namun, dia juga mengingatkan bahwa mereka pernah tercatat sebagai 'penguasa' Asean dari sisi kapitalisasi pasar mengangkangi DBS. Momen tersebut terjadi pada Februari 2016. Saat itu BCA memiliki kapitalisasi pasar US$24,5 miliar sedangkan DBS sebesar US$23 miliar.
"Saya juga kaget waktu itu. Tapi seiring berjalannya waktu DBS kembali menjauh," imbuhnya.
Kampanye menuju bank terbesar di Asean sejatinya sudah digaungkan sejak November tahun lalu. Tepatnya saat Bank BRI melakukan pemecahan jumlah lembar saham 1:5 dari 24 miliar lembar menjadi 120 miliar lembar.
Dengan demikian harga sahamnya menjadi sekitar Rp3.300 dari nominal Rp16.450 per lembar saham.Bersamaan dengan itu, kapitalisasi pasar Bank BRI pun berhasil menembus angka Rp405,8 triliun.