Bisnis.com, JAKARTA - Nadya (24), seorang pegawai swasta di Jakarta, termasuk salah satu dari masyarakat nasabah asuransi yang khawatir akan molornya pembentukan lembaga penjaminan polis (LPP).
Berdasarkan amanat Undang-Undang No.40/2014 tentang Perasuransian, LPP seharusnya sudah harus terbentuk pada 17 Oktober 2017. Namun hingga kini, undang-undang yang akan menjadi dasar pembentukan LPP belum juga dibahas di DPR.
Sejak dua tahun lalu, Nadya merupakan pemegang polis asuransi kesehatan PT Axa Life Indonesia (ALI), perusahaan asuransi yang kini sudah dilebur dengan PT Axa Financial Indonesia (AFI). Akhir tahun lalu, saat proses merger terjadi, Nadya bertanya-tanya mengenai nasib polis miliknya.
"Waktu itu saya agak takut, kemana nih, uang saya bermuara?" kata Nadya saat berbincang dengan Bisnis, Rabu (27/6/2018).
Usai mendapat notifikasi peleburan dua perusahaan tersebut, dilatarbelakangi kekhawtirannya, Nadya berniat untuk berhenti membayar iuran asuransi. Namun hal itu tak dapat dilakukan karena masa pertanggungannya 5 tahun dan iuran otomatis terdebet dari tabungannya.
Nadya pun menganggap kehadiran LPP amat penting untuk memberikan rasa aman kepada pemegang polis jika terjadi kepailitan atau hal buruk lainnya pada perusahaan asuransi.
Baca Juga
"Sebagai orang awam, menurut saya adanya lembaga itu penting. Kalau sewaktu-waktu perusahaannya bangkrut atau dilebur, kita jadi tidak insecure," ujarnya.
Namun demikian, harapan Nadya tersebut tampaknya belum akan terealisasi dalam waktu dekat. Pasalnya, Rancangan Undang-Undang (RUU) Penjaminan Polis yang akan menjadi dasar hukum pembentukan badan tersebut, tidak masuk dalam program legislasi nasional (Prolegnas) Prioritas 2018. Tetapi sebenarnya, DPR sudah mencantumkannya dalam Prolegnas 2015-2019.
Anggota DPR Komisi XI Hendrawan Supratikno mengatakan pihaknya belum juga menerima draft RUU dari pemerintah. Selain itu, Komisi XI juga telah memiliki daftar tunggu untuk pembahasan sejumlah RUU lain .
"[Pembahasan RUU Penjaminan Polis] Belum dimulai karena kesibukan Komisi membahas RUU yang sedang berjalan dan belum tuntas sampai sekarang," kata Hendrawan kepada Bisnis, Selasa (27/6/2018).
Dia menjelaskan saat ini legislator tengah membahas RUU Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) dan RUU Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP). RUU KUP masuk dalam Prolegnas prioritas 2017 sehingga pembahasannya dikebut. Hendrawan mengatakan pembahasan yang cukup alot menjadikan dua RUU tersebut tak kunjung tuntas.
Undang-Undang No.40/2014 tentang Perasuransian dalam Pasal 53 ayat 1 UU menyebutkan bahwa perusahaan asuransi dan perusahaan asuransi syariah wajib menjadi peserta program penjaminan polis.
Adapun, penyelengaraan program penjaminan polis akan diatur dengan undang-undang (UU) yang harus terbentuk selambat-lambatnya 3 tahun sejak UU tentang Perasuransian diundangkan, yaitu pada 17 Oktober 2017. Dengan demikian, pemerintah dan DPR telah melewati tenggat pembentukan lembaga penjaminan polis yang diamanatkan undang-undang.