Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Di Balik Spekulasi Penjualan Bank Permata

PT Bank Permata Tbk. menjadi buah bibir di pasar modal. Isu lama soal pelepasan kepemilikan pemegang saham pengendali (PSP) kembali mencuat. Kesulitan Bank Permata memperbaiki kinerja keuangan disebut-sebut sebagai alasan pemilik saham mayoritas ingin keluar.
Karyawati mengamati pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Dealing Room Bank Permata, Jakarta, Rabu (4/4/2018)./JIBI-Felix Jody Kinarwan
Karyawati mengamati pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Dealing Room Bank Permata, Jakarta, Rabu (4/4/2018)./JIBI-Felix Jody Kinarwan

Bisnis.com, JAKARTA - PT Bank Permata Tbk. menjadi buah bibir di pasar modal. Isu lama soal pelepasan kepemilikan pemegang saham pengendali (PSP) kembali mencuat. Kesulitan Bank Permata memperbaiki kinerja keuangan disebut-sebut sebagai alasan pemilik saham mayoritas ingin keluar.

Beberapa tahun terakhir Bank Permata memang tengah berkutat dengan kredit bermasalah. Pada akhir 2016, rasio kredit bermasalah (non-performing loan/NPL) lembaga keuangan hasil merger lima bank saat di bawah pengawasan Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) 16 tahun lalu ini sempat mencapai 8,8%.

Kondisi tersebut membuat perseroan membentuk satuan tugas khusus untuk melakukan langkah-langkah perbaikan aset bermasalah. Konsolidasi internal pun membuat emiten bank berkode BNLI ini kesulitan mencetak laba.

Pada periode 2016-2017, laba bersih tiap tutup tahun yang dibukukan perseroan kurang dari Rp800 miliar. Bahkan per kuartal II/2018 laba tercatat kurang dari Rp300 miliar. Padahal sebelum berhadapan dengan kredit bermasalah, bank yang secara aset masuk ke dalam 10 besar ini rata-rata membukukan laba bersih lebih dari Rp1 triliun per tahun.

Hingga hari ini, Bank Permata masih menyisakan kredit bermasalah. Laporan publikasi per September 2018 menunjukan rasio NPL gross 4,78%, lebih tinggi dari posisi September 2017 sebesar 4,70%.

Direktur Utama Bank Permata Ridha Wirakusumah sempat mengatakan bahwa perseroan tengah berupaya menutup tahun ini dengan rasio NPL mendekati 3%. Selain restrukturisasi dan penjualan aset bermasalah, Permata siap menempuh jalur hukum untuk debitur nakal.

Dalam hal perbaikan aset, pemegang saham aktif berkontribusi dengan menambah modal. Berdasarkan data Bloomberg, sejak 2010—2017 Bank Permata menambah modal dengan skema hak memesan efek terlebih dahulu atau righst issue sebanyak lima kali. Total dana yang dikucurkan senilai Rp13,96 triliun.

Mengutip situs resmi perseroan, sejak 2006 hingga saat ini, PT Astra International Tbk. dan Standard Chartered Bank (SCB) berbagi rata 89,12% saham. Dengan demikian setidaknya kedua perusahaan telah menggelontorkan dana segar Rp12,44 triliun atau Rp6,22 triliun masing-masing.

Selama dimiliki oleh Astra dan SCB, Permata tercatat dua kali membagikan dividen pada 2013 dan 2014. Total keuntungan yang diterima keduanya dari Permata sekitar Rp150 miliar, masih sangat jauh dari modal yang telah disetorkan melalui skema rights issue.

CEO SCB Bill Winters yang ditayangkan CNBC dalam program Managing Asia pada 16 November sempat mengatakan telah berupaya membenahi keuangan Bank Permata bersama Astra.

Kendati tidak secara jelas mengatakan strategi mendatang terkait dengan saham BNLI, dia memahami betul modal yang telah dikeluarkan dengan keuntungan yang didapat masih berbanding terbalik.

SCB Indonesia dalam keterangan tertulis kepada Bisnis menolak berkomentar soal spekulasi pasar. “Yang dapat kami sampaikan adalah kami optimistis terhadap fundamental dan prospek Bank Permata untuk jangka panjang dan kami akan menjalankan peran aktif kami sebagai salah satu pemegang saham untuk mendukung pertumbuhan bank,” demikian bunyi pernyataan resmi SCB Indonesia.

Direktur Astra International yang juga menjabat sebagai Komisaris Utama Bank Permata, Suparno Djasmin juga menolak memberikan pernyataan. “Saya tidak tahu dan tidak bisa berkomentar terhadap rumor,” katanya.

Kepala Riset Koneksi Capital Alfred Nainggolan mengatakan bahwa melepas saham Permata bagi PSP dengan kondisi saat ini terbilang jual rugi. Price to book value bank kurang dari satu.

Namun, apabila berbicara kemungkinan, peluang melepas saham Permata memang selalu ada untuk SCB. “Kalau Astra berat lepas Bank Permata. Konglomerasi bisnis tidak punya bank, tidak lengkap,” katanya.

Bisnis mencatat isu pelepasan saham BNLI oleh PSP telah muncul sejak tahun lalu. Setelah perusahaan investasi asal Amerika Serikat, kini giliran bank Jepang disebut-sebut berminat menjadi pemegang saham mayoritas.

Calon investor yang disebut-sebut antara lain, Mitsubishi UFJ Financial Group (MUFG), Japan Post Bank (JPB), Mizuho Financial Group (MFG) dan Sumitomo Mitsui Financial Group (SMFG). Sebanyak tiga dari empat nama tersebut memiliki afiliasi dengan bank di Tanah Air.

Alfred menilai bahwa wacana penjualan saham dan masuknya investor baru tepat dimunculkan untuk bank yang memiliki valuasi murah. Pun tidak ada larangan memunculkan wacana pelepasan saham. 

Pemegang saham saat ini dan juga bank akan mendapat untung karena mendapat sentimen positif. Satu pekan setelah pemberitaan, harga saham berkode BNLI naik sekitar 20%. Selain itu, hal ini menjadi publikasi bagi Permata kepada pasar untuk menunjukan valuasi bank masih di bawah satu kali nilai buku.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper