Bisnis.com, JAKARTA- Bank Indonesia pada 13-14 April 2020 memutuskan untuk mempertahankan BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) sebesar 4,50 persen.
Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo menegaskan keputusan ini mempertimbangkan perlunya menjaga stabilitas eksternal di tengah ketidakpastian pasar keuangan global yang saat ini masih relatif tinggi.
Namun, BI tetap melihat adanya ruang penurunan suku bunga dengan rendahnya tekanan inflasi dan perlunya mendorong pertumbuhan ekonomi.
"Yang paling penting di saat ini adalah quantitative easing dan koordinasi dengan pemerintah," tegas Perry.
Oleh karena itu, BI akan terus mengenjot kebijakan quantitative easing (QE) dimana BI sejauh ini telah mengucurkan Rp300 triliun.
Adapun, pelonggaran moneter melalui instrumen kuantitas (quantitative easing) sebagai berikut:
Baca Juga
a. Ekspansi operasi moneter melalui penyediaan term-repo kepada bank-bank dan korporasi dengan transaksi underlying SUN/SBSN dengan tenor sampai dengan 1 (satu) tahun.
b. Menurunkan Giro Wajib Minimum (GWM) Rupiah masing-masing sebesar 200 bps untuk Bank Umum Konvensional dan 50 bps untuk Bank Umum Syariah/Unit Usaha Syariah, mulai berlaku 1 Mei 2020.
c. Tidak memberlakukan kewajiban tambahan Giro untuk pemenuhan Rasio Intermediasi Makroprudensial (RIM) baik terhadap Bank Umum Konvensional maupun Bank Umum Syariah/Unit Usaha Syariah untuk periode 1 (satu) tahun, mulai berlaku 1 Mei 2020.
Perry menegaskan bauran kebijakan BI tersebut merupakan bagian dari sinergi kebijakan yang terkoordinasi sangat erat dengan Pemerintah maupun melalui Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) serta otoritas terkait untuk menjaga stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan serta dalam upaya pemulihan ekonomi nasional dari dampak COVID-19.
"Bank Indonesia akan terus mencermati dinamika perekonomian dan pasar keuangan global serta penyebaran COVID-19 dan dampaknya terhadap perekonomian Indonesia dari waktu ke waktu," ujar Perry.