Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Kemelut Tak Berujung AJB Bumiputera 1912: Kosongnya Kursi Dirut dan Ilegalnya BPA

Berdasarkan amanat Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 87/2019 tentang Perusahaan Asuransi Berbentuk Usaha Bersama, Bumiputera harus melakukan perubahan Anggaran Dasar (AD) maksimal enam bulan setelah PP tersebut berlaku.
Pejalan kaki melintas di dekat gedung Wisma Bumiputera di Jakarta. Bisnis
Pejalan kaki melintas di dekat gedung Wisma Bumiputera di Jakarta. Bisnis

Bisnis.com, JAKARTA - Asuransi Jiwa Bersama atau AJB Bumiputera 1912 memiliki sisa waktu dua hari untuk melakukan perubahan Anggaran Dasar. Dalam kondisi tersebut, perseroan justru 'kehilangan' Direktur Utama dan belum memiliki Rapat Umum Anggota atau RUA yang mewakili nasabah.

Berdasarkan amanat Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 87/2019 tentang Perusahaan Asuransi Berbentuk Usaha Bersama, Bumiputera harus melakukan perubahan Anggaran Dasar (AD) maksimal enam bulan setelah PP tersebut berlaku.

Aturan tersebut ditetapkan oleh Presiden Joko Widodo dan diundangkan pada 26 Desember 2019. Artinya, Bumiputera harus menyelesaikan perubahan AD pada Jumat (26/6/2020), dua hari dari sekarang.

Pasal 5 PP 87/2019 mengatur bahwa perubahan anggaran dasar itu harus disampaikan oleh direksi kepada Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Namun, saat ini OJK justru menggugurkan status direksi dari dua orang pejabat Bumiputera yang tidak lolos fit and proper test.

Berdasarkan surat OJK bernomor S-2149/NB.111/2020 yang diperoleh Bisnis, Direktur Utama Bumiputera Dirman Pardosi serta Direktur Keuangan dan Investasi Deddy Herupurnomo dinyatakan tidak lolos penilaian kemampuan dan kepatutan sebagai calon direksi.

OJK memberikan waktu bagi Bumiputera untuk membatalkan jabatan Dirman dan Deddy dalam tiga bulan ke depan. Selain itu, otoritas pun menentukan bahwa Dirman dan Deddy tidak dapat mengikuti kembali fit and proper test dalam enam bulan ke depan.

Hasil fit and proper test tersebut membuat Bumiputera hanya memiliki dua orang direksi definitif, dari total empat kursi direksi yang ada. Keduanya adalah Direktur Sumber Daya Manusia (SDM) dan Umum Dena Chaerudin serta Direktur Teknik dan Aktuaria Joko Suwaryo.

Padahal, berdasarkan anggaran dasarnya, satu-satunya asuransi berbentuk usaha bersama di Indonesia itu harus memiliki paling sedikit tiga orang direksi definitif. 

Bisnis telah menghubungi Dirman untuk meminta tanggapan terkait hasil fit and proper test dan langkah penyehatan Bumiputera, tetapi tidak mendapatkan respon sejak Minggu (21/6/2020). Pada Rabu (24/6/2020) sore, nomor Dirman tidak dapat dihubungi, pesan WhatsApp pun hanya menunjukkan centang satu.

Selain itu, PP 87/2019 mengatur bahwa perubahan anggaran dasar ditetapkan dalam RUA. Rapat Umum Anggota merupakan perubahan bentuk dari Badan Perwakilan Anggota (BPA) yang diatur dalam PP baru tersebut.

Saat ini, terdapat lima anggota aktif dari total 11 kursi BPA. Kelima orang tersebut yakni Nurhasanah dari daerah pemilihan (dapil) III yang menjadi Ketua BPA, Septina Primawati dari dapil II, Gede Sri Darma dari Dapil VIII, Khoerul Huda dari DP IX, dan Habel Melkias Suwae dari DP XI.

Pasal 31 PP 87/2019 mengatur bahwa peserta RUA tidak boleh menjadi anggota atau pengurus partai politik, calon atau anggota legislatif, serta calon atau menjabat kepala dan wakil kepala daerah. Saat ini, sejumlah anggota BPA memiliki jabatan politik.

Nurhasanah merupakan Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Lampung. Lalu, Septina merupakan petinggi Partai Golongan Karya (Golkar) sekaligus Ketua DPRD Provinsi Riau dan Habel menjabat sebagai Ketua Dewan Pimpinan Wilayah Partai Persatuan Indonesia (Perindo).

Berdasarkan informasi yang diperoleh Bisnis, hingga saat ini BPA belum melakukan perubahan anggaran dasar. Selain itu, belum terdapat pula proses perubahan BPA menjadi RUA yang harus melalui proses pemilihan di bawah pengawasan jajaran komisaris.

Bisnis telah menghubungi Nurhasanah untuk meminta tanggapan terkait hal tersebut. Namun, hingga tulisan ini terbit, dia tak kunjung mengangkat telepon dan belum membaca pesan WhatsApp dari Bisnis.

Terpisah, Kepala Pengawasan Departemen IKNB 2A OJK Ahmad Nasrullah menyatakan bahwa hingga tiga hari sebelum tenggat waktu, otoritas belum menerima perubahan anggaran dasar dari Bumiputera.

“Hingga saat ini, OJK belum menerima perubahan AD sebagaimana diamanatkan dalam PP dimaksud [PP 87/2019] untuk mendapatkan persetujuan,” ujar Nasrullah kepada Bisnis, Rabu (24/6/2020).

Dia menjelaskan bahwa perubahan AD tersebut sepenuhnya merupakan kewenangan dari RUA.

Namun, setelah memberikan jawaban tersebut, Nasrullah tidak merespon pertanyaan Bisnis mengenai tindak lanjut dari OJK jika Bumiputera tidak kunjung melakukan perubahan AD.

PARADOKS

Ketua Perhimpunan Pemegang Polis Bumiputera (Pempol Bumi) Jaka Irwanta menilai bahwa kondisi Bumiputera saat ini menimbulkan kemelut yang tumpang tindih. Kondisi manajemen dan BPA itu menurutnya membuat penyelesaian tunggakan klaim semakin tak jelas.

Jaka menilai bahwa keberadaan BPA saat ini ilegal karena tidak sesuai dengan amanat PP 87/2019. Menurutnya, semestinya jajaran komisaris segera membentuk pemilihan peserta RUA sesuai ketentuan PP tersebut, bukan membiarkan BPA yang ada.

“Bahkan ada beberapa anggota BPA yang polisnya sudah habis, masa menjadi anggota BPA? Kabarnya BPA ada sidang luar biasa [BPA], saya bilang itu tidak sah,” ujar Jaka kepada Bisnis, Rabu (24/6/2020).

Ilegalnya BPA tersebut, menurut Jaka, membuat berbagai langkah dan keputusan yang dibuatnya menjadi turut tidak sah. Namun, hal tersebut menjadi paradoks karena salah satu tugas BPA atau RUA adalah menetapkan direksi.

Artinya, setelah OJK menggugurkan status Direktur Utama dari Dirman, BPA pun dinilai tidak sah jika menetapkan Direktur Utama baru. Menurut Jaka, tidak sahnya BPA dan kosongnya pucuk pimpinan itu membuat upaya penyehatan Bumiputera kian sulit dilakukan.

“Saya menyikapi apapun yang dilakukan BPA ilegal. Menurut saya, ada atau tidak ada Direktur Utama sekarang sama saja, tidak ada solusi,” ujar Jaka.

Dia menyampaikan bahwa para pemegang polis hanya berharap agar tunggakan klaim sebesar Rp5,3 triliun dapat segera dibayar. Jika hal tersebut dibiarkan, tunggakan klaim itu diperkirakan akan menggelembung hingga Rp9,6 triliun pada akhir 2020. 

“Teman-teman pemegang polis Bumiputera harapannya hanya dibayar saja [klaimnya],” ujar Jaka.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper