Bisnis.com, JAKARTA - Asosiasi Perusahaan Pembiayaan Indonesia (APPI) mengungkapkan industri pembiayaan harus mulai keluar dari kesan 'industri konvensional' agar bisa bertahan di era new normal. Hal ini terutama agar multifinance mampu berkompetisi dengan layanan teknologi finansial atau fintech, yang lambat laun pasti akan mencuri-curi pangsa pasar multifinance.
Ketua Umum APPI Suwandi Wiratno mengatakan kuncinya adalah pada digitalisasi. Menurutnya, untuk 'bertarung' melawan fintech, multifinance harus bertransformasi pula menjadi fintech itu sendiri.
"Karena pemain baru akan terus bermunculan, di paylater dan lainnya. Sekarang industri pembiayaan sudah semarak bukan hanya pemain di otomotif, namun juga pola-pola pembiayaan berbeda untuk mempersiapkan kebutuhan milenial ke depan," ujarnya, Selasa (27/10/2020).
Pria yang juga menjabat sebagai Direktur Utama PT Chandra Sakti Utama Leasing (CSUL Finance) ini menggambarkan bahwa perusahaannya sendiri bertahap telah menerapkan digitalisasi, terutama untuk menghadapi pandemi.
Misalnya, lewat penerapan kerja jarak jauh untuk mengurangi operasional, hingga berinovasi membuka layanan aplikasi kredit modal kerja digital agar nasabah bisa mengajukan kredit secara self service.
Menurut Suwandi, hal ini merupakan keniscayaan. Sebab multifinance mau tidak mau akan berkompetisi dengan fintech peer-to-peer lending (P2P lending), serta perusahaan-perusahaan teknologi yang mulai masuk dalam pangsa pembiayaan seperti Traveloka, Shopee, bahkan Gojek sekalipun.
Baca Juga
Menurut Suwandi, pendanaan yang kuat merupakan modal utama untuk membangkitkan kembali kinerja para multifinance di masa pascapandemi. Sayangnya, pendanaan dari perbankan masih mendominasi hingga 80 persen funding industri multifinance. Padahal, di era sekarang, perbankan pun masih berhati-hati dalam menggelontorkan dana.
"Masalah ini mungkin bisa diatasi multifinance besar, anak usaha bank, atau ATPM [agen tunggal pemegang merek]. Tapi bagi yang independen, jelas ini perlu jalan, karena perbankan mulai pilih-pilih, mindset bank tidak seperti dulu di mana multifinance itu masih menjadi mitra utama," ungkapnya.
Oleh sebab itu, Suwandi menyarankan para anggota APPI yang tergolong multifinance skala menengah dan kecil untuk mencari partner yang kuat pendanaan, merger dan akuisisi pun bisa jadi salah satu jalan keluar.
Sejalan dengan hal tersebut, APPI pun masih berikhtiar mencari langkah untuk mempermudah multifinance dalam meraup permodalan lewat diskusi bersama Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Dia berharap segera langkah inovatif dari sisi pendanaan yang dapat mengatasi ketergantungan multifinance pada perbankan, serta menjadi alternatif di samping pendanaan sendiri seperti penerbitan obligasi, atau medium term notes (MTN).
"Ini menjadi tantangan bagi kami di industri pembiayaan, APPI bersama anggota berkomunikasi dengan OJK, bagaimana kami bisa mendapatkan pendanaan [alternatif]. Apakah itu dengan masuk ke kapital market lewat reksadana yang penempatannya terbatas, apakah bekerja sama dengan P2P lending. Potensi ini masih terus diskusikan," jelasnya.