Bisnis.com, JAKARTA - Jelang tutup tahun 2020, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) resmi menelurkan regulasi baru terkait teknologi finansial equity crowdfunding (fintech ECF) atau fintech Urun Dana.
Peraturan OJK No 57/POJK.04/2020 tentang Penawaran Efek Melalui Layanan Urun Dana Berbasis Teknologi Informasi ini merupakan pembaruan dari POJK No 37/POJK.04/2018 terkait Layanan Urun Dana Melalui Penawaran Saham Berbasis Teknologi Informasi.
Apa perbedaan kedua regulasi ini dari sisi penyelenggara atau perusahaan fintech, usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) penerbit efek, dan pendana atau investor? Berikut Bisnis rangkum:
Pelaku Fintech
OJK masih mematok modal dasar bagi para platform resmi, baik berbentuk PT maupun koperasi, dengan modal dasar Rp2,5 miliar. Platform ini sahamya boleh dimiliki asing, namun paling banyak 49 persen.
Dalam regulasi baru ini, OJK resmi memperluas penerbitan efek yang sebelumnya hanya mencakup saham, kini ditambah mengakomodasi efek bersifat utang atau obligasi, dan sukuk.
Perbedaan lain yang tampak dari regulasi baru ini, yaitu masa penawaran efek oleh platform. Apabila regulasi lama memperbolehkan masa penawaran maksimal 60 hari, kini hanya 45 hari saja.
OJK pun melengkapi regulasi baru ini untuk mengakomodasi penawaran obligasi atau sukuk yang digelar secara bertahap.
Namun, batasannya masih sama seperti sebelumnya. Dalam jangka waktu 12 bulan penerbit boleh menggelar penawaran lebih dari satu kali, namun hanya boleh menghimpun dana dari salah satu jenis efek tersebut paling banyak Rp10 miliar.
Khusus untuk penerbitan sukuk, OJK juga menambahkan regulasi berupa escrow account ketika masa penawaran harus berada pada bank syariah.
Terakhir, OJK melengkapi regulasi barunya agar para platform bisa mengakomodasi sistem pasar sekunder untuk para investor.
UMKM Penerbit
Penerbit bukanlah perusahaan yang dikendalikan langsung oleh konglomerasi, anak usaha atau bagian dari perusahaan terbuka, dan memiliki kekayaan lebih dari Rp10 miliar tidak termasuk tanah dan bangunan.
Patut diingat, buat kamu para UMKM atau startup yang tertarik mencari modal lewat penerbitan efek via platform fintech ECF, dilarang menggunakan lebih dari satu platform.
Penerbit saham, wajib melaporkan laporan keuangan tahunan paling lambat enam bulan setelah tahun buku berakhir. Sementara untuk penerbitan obligasi dan sukuk, penerbit harus siap melaporkan laporan triwulanan.
Untuk membedakan dengan perusahaan terbuka seperti dalam regulasi pasar modal, investor penerbit tidak boleh lebih dari 300 orangorang dan jumlah modal disetor tidak lebih dari Rp30 miliar.
Investor
Adapun bagi masyarakat yang tertarik menjadi pendana, aturannya masih sama. Yaitu bagi yang memiliki penghasilan kurang dari Rp500 juta per tahun, bisa melakukan transaksi paling banyak 5 persen dari penghasilan per tahunnya.
Bagi pendana yang memiliki penghasilan lebih dari Rp500 juta per tahun, bisa melakukan transaksi paling banyak 10 persen dari penghasilan per tahunnya.