Bisnis.com, JAKARTA - Asosiasi teknologi finansial (fintech) pinjam-meminjam berbasis digital menjamin adanya keberlangsungan bisnis yang sesuai dengan kampanye Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dalam mengimbau masyarakat memilih platform yang legal dan logis.
Ketua Umum Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) Adrian Gunadi menjelaskan, sejak awal industri berdiri, asosiasi memiliki langkah pencegahan terjadinya praktik tidak etis dari para anggotanya dengan membentuk komite etik yang berperan mengawasi pelaksanaan Pedoman Perilaku (Code of Conduct/CoC).
CoC Pemberian Layanan Pinjam Meminjam Uang BerbasiscTeknologi Informasi yang disusun ini menjadi dasar AFPI untuk memandu para platform penyedia layanan fintech lending untuk beroperasi secara etis dan bertanggung jawab, termasuk di dalamnya terkait disiplin pasar, literasi dan edukasi, pemanfaatan data, dan kolaborasi.
"Terutama telah kami tegaskan pilar penting terkait perlindungan konsumen. Termasuk di antaranya larangan mengakses kontak dan data pengguna serta penetapan biaya maksimal yang dikenakan kepada peminjam. Ini semua dilakukan untuk melindungi konsumen serta menjaga kepercayaan masyarakat terhadap pelaku di industri fintech lending," jelasnya kepada Bisnis, Senin (21/6/2021).
Juru Bicara AFPI sekaligus Founder PT Amartha Mikro Fintek (Amartha) Andi Taufan Garuda Putra membenarkan bahwa layanan yang logis dan masuk akal merupakan pembeda utama fintech P2P berizin OJK dan platform pinjaman online (pinjol) ilegal.
Sebagai contoh, sesuai CoC, platform legal tak akan berani menyetujui permohonan pinjaman borrower yang datanya sembarangan, memiliki track record buruk, dan tak jelas dalam memberikan keterangan penggunaan dana yang akan diperoleh.
Baca Juga
Berbeda jauh dengan platform ilegal yang biasanya dengan mudah memberikan dana kepada borrower, namun dengan potongan biaya layanan yang terlampau besar, bunga yang tinggi, atau tanpa jaminan keamanan data pribadi.
Begitu pula dari sisi keamanan pendana atau lender, di mana platform resmi hanya berani memberikan imbal hasil yang wajar sesuai risiko, dan bertanggung jawab melindungi dana lender selaku alternatif investasi dengan menggandeng institusi bank dan asuransi terpercaya.
Adapun, platform ilegal yang menjanjikan return besar perlu diwaspadai, karena berpeluang 'membawa kabur' dana para lender yang terkumpul, atau mengaku berkedok fintech P2P, namun mengakali perputaran uang lender dengan skema-skema 'money game'.
"Kami yakin para anggota kami telah menjalankan proses bisnis yang tepat dan mengacu kepada aturan AFPI dan OJK. Kami optimis kehadiran kami saat ini menjadi solusi finansial masyarakat Indonesia di mana masyarakat yang diberi pendanaan mayoritas mereka yang belum dapat mengakses layanan keuangan seperti bank, multifinance, yakni berasal dari kelompok UMKM, pekerja informal, petani, nelayan, pengrajin, dan lain sebagainya," ujar Taufan.