Bisnis.com, JAKARTA - Industri teknologi finansial peer-to-peer (P2P) lending kini bukan hanya berperan sebagai marketplace penyedia pinjaman 'dari sesama teman', tapi juga dari lembaga jasa keuangan dan badan usaha sebagai alternatif dalam menyalurkan likuiditasnya.
Hal ini terbukti dari statistik Otoritas Jasa Keuangan (OJK) per Juli 2021 di mana dari total outstanding pinjaman yang disumbang para pendana (lender) sebesar Rp23,8 triliun, porsi lender perorangan atau retail hanya 24 persen. Tepatnya dari dalam negeri Rp5,48 triliun dan luar negeri Rp223 miliar.
Sumbangan terbesar dari dalam negeri, porsinya diperoleh dari badan hukum lain-lain Rp8,06 triliun, perbankan lokal Rp3,12 triliun, industri keuangan nonbank (IKNB) Rp1,39 triliun, dan koperasi Rp202,3 miliar.
Adapun, untuk luar negeri, Rp4,64 triliun dari badan hukum lain-lain, dan institusi IKNB termasuk modal ventura Rp673,1 miliar.
Co-Founder & CEO PT Mitrausaha Indonesia Grup (Modalku) sekaligus Ketua Klaster Produktif Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) Reynold Wijaya menjelaskan bahwa pada dasarnya setiap platform berupaya melakukan diverifikasi jenis lender.
Kendati lender retail terus menjadi prioritas pertumbuhan yang akan dibidik industri sebagai bagian dari peran menjadi wadah 'gotong royong', lender institusi yang notabene mampu menyalurkan dana bernilai besar, tetap dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan permintaan pinjaman yang terus bertumbuh.
Baca Juga
"Kolaborasi harapannya bisa membantu lebih banyak masyarakat maupun pengusaha yang belum mendapatkan akses layanan keuangan. Hal ini sejalan dengan nilai gotong royong yang sudah menjadi bagian dari budaya Indonesia, dan juga model bisnis Modalku," ujarnya, Senin (13/9/2021).
Modalku sebagai salah satu platform P2P lending yang kebanyakan melayani pinjaman modal kerja untuk UMKM yang menjadi pedagang di situs dagang elektronik atau penjual online, menjelaskan alasan kenapa fintech P2P lending cocok sebagai pemain tengah (intermediary) penyalur likuiditas ke beberapa segmen UMKM.
Dalam riset internal Modalku, para UMKM memilih P2P lending karena mempertimbangkan syarat pengajuan pinjaman tanpa agunan (41,7 persen), pencairan dana yang cepat (28,86 persen), pinjaman sesuai kebutuhan (16,86 persen), kemudahan dalam aplikasi (8,86 persen), dan kenyamanan dalam aplikasi (6,86 persen).
Selain itu, tidak seperti korporasi besar, pelaku UMKM biasanya terfokus pada operasional harian. Pelaku UMKM tidak memiliki waktu untuk membandingkan tingkat suku bunga antarbank, serta belum mau berusaha keras untuk meningkatkan profil penilaian kredit yang mereka miliki.
Selain itu, para responden UMKM mengaku membutuhkan pinjaman bernilai kecil. Misalnya, 50,29 persen butuh pinjaman untuk pembelian bahan baku usaha. Sisanya, untuk memenuhi biaya operasional lainnya, membeli barang yang dapat dijual kembali, membeli material dan perlengkapan, sewa tempat baru, serta perluasan kantor atau cabang.
"Oleh sebab itu, Modalku selalu berusaha menyalurkan pendanaan kepada UMKM yang bisnisnya berpotensi untuk berkembang dan memiliki riwayat arus kas yang sehat. Hal ini tentunya akan menjadi pertimbangan bagi para pendana institusi yang ingin menyalurkan dananya lewat Modalku," tambahnya.
Reynold mengungkap sebagai platform fintech, tim Modalku bisa melakukan penilaian terhadap UMKM peminjam dan kemampuan finansial mereka untuk melunasi pinjaman dari berbagai sumber. Tentu karena Modalku juga memiliki tanggung jawab kepada pemberi pinjaman yang meminjamkan dananya melalui platform.
Artinya, platform P2P memiliki kemampuan sebagai tempat alternatif investasi high risk, yang tentunya mampu menjanjikan imbal hasil tinggi atau high return. Tak heran, banyak institusi keuangan yang melirik industri fintech lending, dengan mencoba menyalurkan likuiditasnya ke peminjam (borrower) yang notabene lebih berisiko ketimbang yang biasa mereka terima.
"Tingkat bunga yang bisa didapatkan oleh pendana Modalku, baik individu maupun institusi, menyesuaikan dengan portofolio UMKM yang mengajukan pinjaman. Namun secara umum, pendana bisa mendapatkan tingkat bunga hingga 17 persen per tahunnya tergantung dengan preferensi dan toleransi risiko masing-masing pendana," tutupnya.