Bisnis.com, JAKARTA - Maraknya pinjaman online (pinjol) ilegal yang memanfaatkan kondisi perekonomian masyarakat di tengah pandemi Covid-19 membuat Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) geram.
Ketua Umum AFPI Adrian Gunadi mengungkap bahwa keberadaan pinjol ilegal ini bukan hanya meresahkan masyarakat, tetapi juga membawa kerugian pada industri pinjaman cepat di Indonesia.
"Kinerja dan kontribusi baik dari industri ini tercoreng karena hadirnya oknum pinjol yang tidak bertanggung jawab. Karenanya AFPI sangat mendukung usaha semua pihak untuk memberantas keberadaan pinjol ilegal ini," ujarnya dalam keterangan resmi, Rabu (29/9/2021).
Padahal, tidak bisa dipungkiri kehadiran pinjaman cepat dan taktis bagi masyarakat Indonesia memiliki kontribusi yang signifikan dan positif untuk memenuhi kebutuhan masyarakat terhadap dana taktis, terutama dalam kondisi darurat.
Hingga 31 Juli 2021, total penyaluran pinjaman fintech pendanaan telah mencapai Rp236,47 triliun kepada lebih dari 66 juta masyarakat Indonesia.
AFPI menilai pinjol bermunculan karena kondisi di mana pada masa pandemi ini banyak sektor industri dan ekonomi membatasi kegiatan bahkan terpaksa harus menutup usahanya, dan berdampak pada hilangnya mata pencaharian bagi sebagian besar masyarakat.
Baca Juga
Urusan pun tambah pelik tatkala kebutuhan dasar dan kebutuhan lainnya tetap harus dipenuhi dan jalan pintas peminjaman uang secara cepat menjadi salah satu opsi. Akhirnya, pinjaman cepat berakhir dengan sistem penagihan yang tidak beretika, yang belakangan semakin meresahkan masyarakat.
Kasus gagal bayar serta penagihan tidak beretika yang dilakukan perusahaan pinjol ilegal yang marak saat ini, telah mencederai semangat industri fintech pendanaan untuk membantu masyarakat meningkatkan perekonomian, literasi, dan inklusi keuangan buat mereka.
"AFPI bersama OJK dan instansi lainnya seperti Kemenkominfo, Kepolisian dan Majelis Ulama Indonesia [MUI] pun terus berkolaborasi untuk membatasi gerak dan memberantas perusahaan pinjaman ilegal yang merugikan masyarakat," tambahnya.
Sebagai asosiasi yang merupakan wadah pelaku usaha fintech peer to-peer (P2P) lending atau fintech pendanaan bersama di Indonesia, AFPI berkomitmen penuh mendorong akses pendanaan untuk inklusi melalui jasa keuangan digital, dengan mengusung arsitektur yang meliputi: policy advocacy, code of conduct, literasi dan edukasi, data knowledge and intelligence, serta kolaborasi.
Dalam upaya menjaga kompetensi SDM di dalamnya, AFPI rutin menyelenggarakan sertifikasi pada tiap-tiap profesi. Hal ini guna memastikan SDM terkait melakukan fungsi sesuai koridor yang sudah ditentukan.
Selain itu, AFPI pun bertugas menjadi garda depan dalam melakukan literasi dan edukasi kepada masyarakat tentang manfaat dan risiko dari fintech pendanaan. Dalam hal ditemukan pelanggaran yang dilakukan oleh anggotanya, AFPI akan mengambil langkah tegas dengan mengenakan sanksi yang berlaku.
Oleh sebab itu, dengan keberadaan AFPI yang menaungi perusahaan fintech pendanaan yang terdaftar dan diawasi OJK, diharapkan masyarakat tidak perlu merasa khawatir, karena secara konsisten, AFPI terus meningkatkan kedisiplinan para anggotanya untuk beroperasi sesuai dengan pedoman perilaku industri, peraturan regulator dan Undang-undang (UU) yang berlaku.
"Untuk itu, AFPI mengimbau para konsumen untuk bijak dalam menghadapi tawaran peminjaman uang, hendaknya meminjam sesuai kemampuan dan memiliki rasa tanggung jawab yang tinggi, serta jangan sekali-sekali berhubungan dengan pinjol ilegal, yang sepertinya mudah memberikan pinjaman, tanpa syarat namun ternyata bisa menjerat," tutup Adrian.