Bisnis.com, JAKARTA — Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menaruh perhatian terhadap perkembangan metaverse di Indonesia, khususnya terkait sektor perbankan. Merujuk pada sejumlah survei, OJK menyampaikan terdapat sejumlah tantangan dalam implementasi metaverse. Salah satunya mengenai layanan yang perlu ditingkatkan karena belum sesuai dengan ekspektasi.
Deputi Komisioner Pengawas Perbankan I Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Teguh Supangkat mengatakan kemunculan metaverse merupakan bentuk kemajuan dari teknologi. Di mana para penggunanya bisa melakukan interaksi tanpa tatap muka secara langsung. Sejumlah perbankan mulai menjajal dunia virtual tersebut.
Dalam perkembangannya saat ini, kata Teguh, merujuk data beberapa survei teknologi metaverse masih perlu ditingkatkan.
Dalam sebuah survei yang dilakukan pada Januari 2022 kepada 1.000 pengguna, ujar Teguh, pengalaman yang mereka rasakan ketika masuk metaverse belum sesuai dengan yang mereka harapkan.
“Jika melihat berdasarkan survei untuk mengetahui pengalaman publik setelah mencoba metaverse itu ada beberapa responden merasa bahwa pengalaman di metaverse itu tidak sepenuhnya sesuai dengan harapan sebelumnya,” kata Teguh dalam seminar virtual: Embracing The Next Level of Digital Banking, Selasa (26/7/2022).
Dalam survei tersebut, lanjut Teguh, para responden menaruh perhatian terhadap potensi penyalahgunaan data pribadi di metaverse oleh pihak yang tidak bertanggung jawab.
Baca Juga
Teguh mengatakan OJK mencatat terdapat 5 tantangan yang perlu diantisipasi terkait dengan pengembangan metaverse itu sendiri. Tantangan pertama berkaitan dengan keamanan para pengguna metaverse. Mereka terancam dengan perilaku tidak menyenangkan seperti perundungan, stalking dan lain sebagainya di dunia virtual.
Kemudian ada juga mengenai keamanan data seperti identitas palsu yang memungkinkan terjadi. Ketiga adalah keamanan, seperti halnya teknologi informasi lainnya. Di dunia metaverse juga dapat terjadi masalah dan serangan siber.
OJK menaruh perhatian mengenai penggunaan jasa tenaga alih daya (outsourcing) dalam pengembangan metaverse. Terakhir adalah sistem kolaborasi di metaverse.
“Pengguna yang masuk ke metaverse itu harus berkolaborasi dengan ekosistem untuk survive, sehingga ketergantungan antara satu ekosistem dengan ekosistem yang lain menimbulkan suatu efek apabila ekosistem tersebut down,” kata Teguh.
Sekadar informasi, saat ini sejumlah perbankan menyatakan akan terlibat dalam pengembangan dunia metaverse. Bank-bank tersebut akan membangun kantor cabang di dunia virtual metaverse.
Metaverse tidak hanya berisi risiko. Potensi yang akan diperoleh jasa keuangan dengan masuk ke industri ini juga besar. Kembali merujuk pada sebuah survei, kata Teguh, kapitalisasi pasar Web 2.0 metaverse mencapai US$14,8 triliun pada 2022. Sementara itu jumlah pengguna Web 3.0 di seluruh dunia mencapai 50.000 pengguna.
Pasar pendapatan metaverse pada 2021 mencapai US$38,8 miliar, dengan pasar AR & VR mencapai US$28 miliar.
“Ini menunjukkan perkembangan yang signifikan dari metaverse itu sendiri,” kata Teguh.