Bisnis.com, JAKARTA - Bank-bank besar di Tanah Air mencatatkan pertumbuhan laba hingga double digit pada semester I/2022 dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu. Pencapaian tersebut dinilai menjadi hal yang luar biasa di tengah inflasi di luar dan dalam negeri. Meski demikian, perbankan perlu mewaspadai perkembangan inflasi dan kenaikkan suku bunga acuan beberapa bulan ke depan.
PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. membukukan laba sebesar Rp24,88 triliun pada semester I/2022 atau naik 98,4 persen secara tahunan (year-on-year/yoy. Pencapaian tersebut membuat BRI menempati puncak klasemen sebagai bank dengan laba terbesar hingga pertengahan 2022 ini.
Sementara itu, PT Bank Mandiri (Persero) Tbk. memperoleh laba bersih sebesar Rp20,21 triliun, tumbuh 61,7 persen yoy dan PT Bank Central Asia Tbk. (BCA) mencatatkan laba bersih sebesar Rp18,05 triliun, tumbuh 24,9 yoy. Sementara itu PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk. (BBNI) mencatatkan laba bersih senilai Rp8,8 triliun atau naik 75,1 persen yoy.
Associate Director, Chief of Research PT Fokus Finansial Janson Nasrial mengatakan pencapaian sektor perbankan sangat bagus pada 6 bulan pertama 2022 dan tahan banting di tengah kenaikan inflasi tajam di seluruh dunia.
“Memang BI-7 Day Reverse Repo Rate tidak naik, tetapi dampak kenaikan giro wajib minimum (GWM) membuat pundi-pundi NIM perbankan naik tajam yang disertai dengan pertumbuhan kenaikan earning per share (EPS) sektor perbankan,” kata Janson, Sabtu (31/7).
Janson berpendapat di tengah pertumbuhan laba yang melesat, perbankan perlu mewaspadai inflasi di dalam negeri. Menurutnya, inflasi Indonesia saat ini belum mencapai puncaknya.
Baca Juga
Per Juni 2022 inflasi di Tanah Air menyentuh level 3,19 persen secara year to date, dan 4,35 persen secara tahunan. Pemerintah memperkirakan inflasi di kisaran 3,5 persen - 4,5 persen pada tahun ini, naik dari target sebelumnya yang sekitar 2 persen sampai 4 persen.
“Ini bisa berdampak kepada Bank Indonesia menjadi hawkish dengan menaikkan BI-7DRRR secara agresif dan ini berdampak kepada lemahnya permintaan pembiayaan di semester II/2022,” kata Janson.
Senada, Associate Director Pilarmas Investindo, Maximilianus Nicodemus mengatakan Bank Sentral Amerika Serikat Federal Reserve atau The Fed akan terus menaikkan suku bunga. Kendati beberapa hari lalu The Fed sudah menaikkan suku bunga sebesar 75 basis poin, tidak membuat The Fed cukup.
“Suku bunga netral The Fed itu 3,5 persen berarti sama dengan Bank Indonesia sama ini. Sekuat apapun fundamental ekonomi kita, we are still emerging market. Ada premi tingkat suku bunga yang harus dijaga. Ini harus diperhatikan,” kata Maximilianus.
Dia menjelaskan seandainya tingkat suku bunga The Fed yang AAA satu level dengan tingkat suku bunga BI yang BBB, ada potensi investor melarikan dana mereka ke Amerika Serikat.
Kondisi tersebut perlu diwaspadai, terlebih Menteri Keuangan Sri Mulyani sempat menyampaikan ada peluang Bank Indonesia menaikkan suku bunga acuan hingga 100 basis poin sampai akhir tahun.
“Kenaikkan suku bunga akan menurunkan nilai investasi, konsumsi, dan pendapatan perusahaan. Poin positifnya kita masih didukung dengan pemulihan ekonomi sehingga NIM perbankan meningkat,” kata Maximilianus.