Bisnis.com, JAKARTA - Banyak pelajaran berharga dari dinamika industri perasuransian dalam beberapa tahun terakhir. Sektor asuransi jiwa paling banyak membetot perhatian publik khususnya terkait perlindungan konsumen. Sedangkan di sektor asuransi umum masih didominasi isu perang tarif dan additional fee.
Hingga akhir Agustus 2022, akumulasi pendapatan premi tercatat Rp205,90 triliun atau tumbuh 2,10% year-on-year (YoY). Tingkat kesehatan yang dinilai dari risk based capital (RBC) masih terjaga. RBC industri asuransi jiwa dan asuransi umum masing-masing sebesar 485,51% dan 310,08%, di atas threshold 120%.
Tepat sekali tema Hari Asuransi 2022, “Literasi Asuransi untuk Negeri”. Publik harus diajak memahami manfaat dan risiko sebelum membeli polis asuransi. Kesenjangan literasi turut berkontribusi munculnya problem di industri, misalnya pada pemasaran produk unit-linked. Terbitnya Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Nomor 5/2022 yang mengatur produk asuransi yang dikaitkan dengan investasi, diharapkan menjadi solusi atas problem yang sempat membelit sektor asuransi jiwa.
Aspek perlindungan konsumen di industri perasuransian telah menjadi perhatian pemangku kepentingan. Berbagai pelajaran kasus, keluhan, dan masukan telah banyak diakomodir dalam Peraturan OJK Nomor 6/2022 tentang Perlindungan Konsumen dan Masyarakat di Sektor Jasa Keuangan.
Perjuangan melindungi konsumen dan untuk mengerek kepercayaan publik pada industri perasuransian, saat ini sedang diupayakan melalui Rancangan Undang-Undang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (PPSK). Program penjaminan polis akan direalisasikan. Program penjaminan yang merupakan amanat di UU No. 40/2014 tentang Perasuransian ini sudah lama ditunggu.
Ke depan, industri perasuransian memberikan banyak optimisme. Bukan hanya potensi yang masih sangat besar, tetapi banyak perbaikan signifikan yang telah dan sedang dilakukan, baik oleh pelaku industri, regulator, maupun pemerintah/DPR RI.
Baca Juga
TIGA LINI PENGUATAN
Penguatan suatu industri dimulai dari penguatan individu perusahaan. Selanjutnya peran-peran organisasi pendukung dan efektivitas pengaturan dan pengawasan regulator. Kepala Eksekutif Pengawas Industri Keuangan Nonbank (IKNB) OJK Ogi Prastomiyono dalam berbagai kesempatan bertemu dengan pelaku IKNB menyatakan perlunya kolaborasi tiga layer/lini yang melibatkan lembaga jasa keuangan nonbank (lini pertama), asosiasi dan profesi penunjang (lini kedua), dan OJK (lini ketiga).
Upaya preventif melalui deteksi dini risiko dan ketidakpatuhan akan berjalan lebih efektif. Tujuan akhir dari penguatan di tiga lini adalah untuk menjadikan IKNB terus tumbuh berkelanjutan, sehat, memberikan perlindungan konsumen memadai, dan kontributif.
KOMITMEN PEMBENAHAN
Peringatan Hari Asuransi dapat menjadi momentum melakukan refleksi perbaikan industri agar makin dipercaya publik dan kontributif pada bangsa. Sejumlah perbaikan yang tengah dilakukan, perlu diperkuat dengan penekanan pada lima area.
Pertama, pelaku industri perasuransian (khususnya asuransi umum) harus kembali pada prinsip dasar dalam bisnis, yakni kualitas layanan konsumen, bukan fokus harga rendah dan additional fee. Tarif premi yang tidak memadai dan proses underwriting yang kurang prudent hanya akan menunggu waktu munculnya problem.
Kedua, komitmen perbaikan governance dan manajemen risiko. Seperangkat aturannya sudah ada. Tantangan mendasar ini ada di tangan pengurus perusahaan. Berbagai kasus dan pelanggaran, banyak berakar dari sini.
Perlu dievaluasi kembali bagaimana implementasi three lines model untuk memastikan perusahaan mengeksekusi strategi secara efektif dan patuh pada perilaku bisnis yang bertanggung jawab.
Ketiga, optimalisasi asosiasi industri. Asosiasi dapat berperan besar, khususnya dalam pembinaan anggota dan mendisiplinkan perilaku pasar. Peran ini sangat krusial di tengah persaingan ketat yang berpotensi munculnya risiko yang merugikan industri dan konsumen.
Asosiasi perlu membekali diri dengan seperangkat aturan yang berlaku bagi anggotanya, termasuk adanya kewenangan asosiasi untuk mendisiplinkan anggotanya. Asosiasi juga memiliki tantangan bagaimana mengangkat derajat industri perasuransian untuk bisa menjadi mitra sejajar dengan industri lain.
Keempat, akselerasi digitalisasi. Proses bisnis harus mendapatkan dukungan teknologi digital. Beberapa area inti, idealnya sudah mulai menjajal artificial intelligence (AI). Dalam Insurance 2030 – The impact of AI on the future insurance (McKinsey, 2021), AI diprediksi akan berdampak sangat signifikan pada semua aspek di industri perasuransian, mulai distribusi, underwriting, penetapan harga, hingga klaim.
Konsumen juga perlu dinyamankan melalui layanan teknologi digital. Kolaborasi di internal industri maupun dalam ekosistem, sangat menentukan akselerasi digitalisasi. Kembali, asosiasi industri dapat mengambil peran yang lebih besar sebagai akselerator.
Kelima, komitmen tinggi pada kualitas layanan dan melaksanakan POJK 6/2022 terkait perlindungan konsumen dan masyarakat. Ini menjadi salah satu kunci menghapus stigma sebagian orang bahwa transaksi asuransi hanya mudah saat bayar premi, tetapi njelimet saat klaim.
Saat ini, perekonomian Indonesia dihadapkan pada ancaman resesi global. Menimbang pengalaman panjang industri perasuransian yang relatif tahan krisis, kedisiplinan pelaku industri, dan efektifitas pengawasan, penulis optimis industri perasuransian bakal mampu melewati tantangan berat tersebut. Selamat Hari Asuransi.