Bisnis.com, BOGOR — Otoritas Jasa Keuangan atau OJK meminta perusahaan-perusahaan fintech peer-to-peer (P2P) lending untuk memberikan restrukturisasi kepada para mahasiswa Institut Pertanian Bogor atau IPB yang terjerat masalah pinjol.
Hal itu disampaikan oleh Kepala Departemen Penyidikan Sektor Jasa Keuangan OJK Tongam Lumban Tobing usai sosialisasi mengenai waspada investasi dan pinjol ilegal di kampus IPB Dramaga, Bogor.
Tongam menyebut bahwa pihaknya akan menjembatani para mahasiswa IPB yang menjadi korban dengan perusahaan-perusahaan fintech P2P lending. OJK sendiri menginginkan adanya restrukturisasi atau skema lain yang membantu korban.
“Kami menyampaikan agar mahasiswa IPB yang menjadi korban penipuan toko online bisa dibantu. Namun, ini bergantung kepada kebijakan masing-masing platform,” ujar Tongam pada Senin (21/11/2022).
OJK akan mengumpulkan data dari para mahasiswa IPB yang terjerat dalam kasus penipuan toko daring sehingga menjadi debitur wanprestasi pinjol. Data itu dikumpulkan untuk jadi bahan penilaian oleh masing-masing platform fintech.
Kasus para mahasiswa IPB itu terbilang tidak biasa karena mereka merupakan korban dari penawaran investasi bodong. Pelaku menawarkan kepada para korban untuk membeli barang di toko daring miliknya, dengan iming-iming komisi 10 persen per transaksi.
Baca Juga
Para korban melakukan transaksi itu dengan harapan bisa memperoleh imbal hasil, sehingga menempatkan dananya. Namun, para korban yang tidak memiliki modal justru mengambil pinjaman dari pinjol, dengan janji bahwa pelaku akan membayar cicilannya.
Pelaku tidak menyerahkan barang kepada korban sehingga terjadi transaksi fiktif. Para korban pun tidak mendapatkan komisi dari pelaku dan mereka jadi terjebak pinjaman di pinjol atau fintech P2P Lending.
Dalam kasus itu, peminjaman dana oleh para korban berjalan sesuai prosedur karena korban terhitung memenuhi kriteria sebagai peminjam (borrower). Platform fintech pun menyalurkan dana sesuai ketentuan.
Masalah ada di sisi penggunaan dana oleh korban dan penawaran investasi bodong oleh pelaku. OJK pun tidak dapat memerintahkan platform pinjol untuk melakukan restrukturisasi karena proses peminjaman yang sesuai prosedur, sehingga keputusan akan ada di tangan masing-masing perusahaan.
“[Langkah OJK meminta restrukturisasi] bertujuan untuk membantu mahasiswa agar mereka dapat tenang dalam belajar dan melanjutkan kuluahnya. Jangan sampai karena masalah ini mereka terganggu untuk mencapai cita-citanya,” kata Tongam.
Skor Kredit
Kasus yang menimpa para mahasiswa itu pun berisiko mengganggu profil atau penilaian kredit mereka pada masa depan. Pasalnya, mereka berpotensi tercatat memiliki status tidak patuh membayar kredit.
Tongam menydari adanya risiko itu bagi para korban. Jika profil risiko mereka tercoreng, para korban berpotensi kesulitan mengakses layanan keuangan pada masa depan, seperti kredit pemilikan rumah (KPR) atau layanan lainnya.
Hal tersebut menjadi salah satu dasar OJK mengajukan restrukturisasi kredit bagi para mahasiswa IPB.
“Kalau dilakukan restrukturisasi tentu akan ada perbaikan di Sistem Layanan Informasi Keuangan [SLIK]. Dan ini juga kami harapkan seperti itu, sehingga [para korban] tidak tercantum dalam daftar hitam SLIK,” kata Tongam.