Bisnis.com, JAKARTA – Sejumlah perusahaan asuransi jiwa konvensional mengungkapkan kebijakan Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan (SEOJK) Nomor 5/SEOJK.05/2022 tentang Produk Asuransi Yang Dikaitkan Dengan Investasi (PAYDI) telah berdampak pada turunnya instrumen investasi reksa dana.
Untuk diketahui, SEOJK PAYDI sendiri merupakan amanat dari Peraturan OJK (POJK) Nomor 23/POJK.05/2015 tentang Produk Asuransi dan Pemasaran Produk Asuransi dan POJK Nomor 69/POJK.05/2016 tentang Penyelenggaraan Usaha Perusahaan Asuransi, Perusahaan Asuransi Syariah, Perusahaan Reasuransi, dan Perusahaan Reasuransi Syariah.
Eben Eser Nainggolan, Direktur Keuangan PT BNI Life Insurance menuturkan bahwa penurunan aset reksa dana merupakan imbas dari kebijakan SEOJK PAYDI yang dikeluarkan oleh regulator.
“Salah satunya adalah spesifikasi underlying reksa dana yang diperbolehkan di PAYDI, sehingga BNI Life pun menyesuaikan strategi di fund PAYDI yang sebelumnya banyak ditempatkan di reksa dana,” kata Eben kepada Bisnis, Rabu (11/1/2023).
Adapun, salah satu pokok-pokok pengaturan dalam beleid anyar itu adalah perusahaan yang memasarkan PAYDI harus memiliki aktuaris, tenaga pengelola investasi, sistem informasi yang memadai, dan sumber daya yang mampu mendukung pengelolaan PAYDI.
Bukan hanya itu, perusahaan yang baru pertama kali memasarkan PAYDI juga harus memenuhi ketentuan modal minimal. Perinciannya sebesar Rp250 miliar bagi perusahaan asuransi konvensional dan Rp150 miliar bagi perusahaan asuransi syariah.
Baca Juga
Eben mengatakan SEOJK yang dikeluarkan di akhir kuartal I/2022 itu membuat BNI Life masih memiliki cukup waktu untuk melakukan perubahan strategi, khususnya di fund PAYDI. Dengan demikian, BNI Life juga masih mampu mengantisipasi untuk kinerja 2022 dan akan diteruskan di periode 2023 seraya dilakukan evaluasi secara berkala.
Kendati demikian, Eben yang memulai karir sebagai bankir itu menyampaikan pihaknya tidak mematok investasi tertentu dalam pengelolaan imbal hasil terbaik. Akan tetapi disesuaikan dengan beban dan risiko yang dimiliki.
“Kami tidak menargetkan pertumbuhan atas suatu instrumen tertentu. Kebutuhan reksa dana dalam hal pemenuhan aset disesuaikan dengan kebutuhan pemenuhan untuk Asset Liability Management,” terangnya.
Senada, Direktur Keuangan PT Great Eastern Life Indonesia (Great Eastern Life Indonesia) Fauzi Arfan menyampaikan penempatan reksa dana di Great Eastern berkurang dibandingkan periode yang sama tahun 2021. Hal tersebut, kata Fauzi, disebabkan adanya penyesuaian penempatan reksa dana hanya di obligasi pemerintah sesuai SEOJK PAYDI.
Namun, Fauzi optimistis turunnya penempatan reksa dana di Great Eastern tidak berpengaruh terhadap kinerja perusahaan ke depan. “Strategi kami untuk meningkatkan kinerja di tahun 2023 kami akan terus memantau kondisi makro dan sedapat mungkin diaplikasikan ke dalam portofolio untuk mendapatkan kinerja yang optimum,” tutupnya.
Berdasarkan data Otoritas Jasa Keuangan (OJK), terjadi penurunan penempatan investasi pada reksa dana oleh asuransi jiwa konvensional sebesar 32,3 persen menjadi Rp109,32 triliun pada November 2022.
Pasalnya, jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu, asuransi jiwa yang menempatkan aset investasinya di reksa dana mencapai Rp161,48 triliun.
“Instrumen investasi reksa dana di perusahaan asuransi jiwa konvensional mencapai Rp109,32 triliun pada November 2022,” ungkap OJK dalam data tersebut, dikutip pada Rabu (11/1/2023).