Bisnis.com, JAKARTA - Dewan Asuransi Indonesia (DAI) mengingatkan para profesional dalam industri asuransi untuk bersiap menghadapi tantangan pasar bebas Asia Tenggara (Asean) yang berlaku 1 Januari 2025.
Ketua Umum DAI Tatang Nurhidayat mengatakan Indonesia telah menyatakan ikut serta dalam ASEAN Framework Agreement on Services (AFAS) yang merupakan bentuk kerja sama untuk mencapai integrasi ekonomi ASEAN di bidang jasa. Sedangkan di sektor asuransi akan dimulai dengan pemasaran asuransi umum syariah.
“Melalui AFAS ini, perusahaan asuransi regional bisa memasarkan produk asuransi umum syariah secara langsung ke negara-negara di kawasan Asean meski tidak memiliki kantor cabang atau perwakilan SDM di negara tujuan,” jelas Tatang dalam pernyataan tertulis menyambut hari lahir (harlah) DAI yang hari ini genap berusia 66 tahun, Rabu (1/2/2023).
Dengan kondisi ini, kata dia, industri asuransi umum syariah juga wajib bersiap menghadapi gempuran produk asuransi umum syariah dari negara Asean lain. Tatang berharap industri asuransi umum syariah Indonesia bisa menyiapkan diri sehingga keluar sebagai market leader.
Selain dari sisi pengembangan produk, Tatang mengatakan kompetensi SDM perasuransian juga harus ditingkatkan. Saat ini,Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (SKKNI) Bidang Perasuransian sedang dalam proses penyusunan. Standar ini ditargetkan selesai pada Juli 2023 mendatang.
“SKKNI Bidang Perasuransian ini akan bisa mendorong peningkatan kualitas dan kompetensi SDM perasuransian nasional yang tak hanya untuk pelayanan terhadap nasabah tapi juga siap berkompetisi di pasar bebas ASEAN,” jelas Tatang.
Peningkatan kualitas industri asuransi menjadi sorotan DAI seiring temuan OJK yang mencatat literasi masih di bawah 50 persen meski dalam tren perbaikan. Tingkat literasi subsektor perasuransian tercatat mengalami peningkatan pada 2022 menjadi 31,72 persen dibandingkan dengan 2016 dan 2019 yang masing-masing 19,40 persen dan 15,80 persen.
Sedangkan tingkat inklusi sub sektor perasuransian juga meningkat menjadi 16,63 persen pada 2022 dibandingkan dengan 2016 dan 2019 yang masing-masing 12,10 persen dan 13,15 persen.
“Meski demikian, capaian angka literasi dan inklusi 2022 yang masih di bawah 50 persen tersebut menunjukkan bahwa program-program literasi dan edukasi ini masih memerlukan kerja keras agar terus meningkat signifikan ke depannya,” katanya.