Bisnis.com, JAKARTA — Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyampaikan laporan terbaru mengenai restrukturisasi kredit terdampak Covid-19 perbankan turun signifikan sepanjang tahun 2022.
Ketua Dewan Komisioner OJK Mahendra Siregar mengatakan bahwa menurunnya total kredit restrukturisasi Covid-19 tak lain merupakan buah manis dari upaya perbankan melakukan peningkatan cadangan terhadap kredit restrukturisasi menjadi 24,3 persen.
"Sepanjang tahun 2022, kredit restrukturisasi covid-19 perbankan turun signifikan menjadi Rp469 triliun dari puncaknya Rp830 triliun pada Oktober 2022," jelas Mahendra dalam acara Pertemuan Tahunan Industri Jasa Keuangan 2023, Senin (6/2/2023).
Dia melanjutkan, hal tersebut dinilai menjadi sinyal positif yang mengindikasikan kesiapan industri dan dunia usaha mengakhiri masa restrukturisasi sejalan dengan rencana pemerintah untuk memperoleh saran WHO terkait penurunan status pandemi Covid-19.
"Sehingga dapat diartikan kita siap mengakhiri masa restrukturisasi pada akhir Maret 2023. Kecuali untuk beberapa sektor padat karya yang akan diperpanjang hingga Maret 2024," tambah Mahendra.
Secara lebih rinci, sisa restrukturisasi kredit perbankan akibat Covid-19 senilai Rp469,15 triliun terdiri dari Rp156,6 triliun pada sektor UMKM dan sisanya sebesar Rp312,5 triliun untuk non-UMKM.
Baca Juga
Menurunnya kredit terdampak Covid-19 yang diresktruturisasi juga diikuti dengan perbaikan posisi rasio kredit bermasalah atau nonperforming loan (NPL) gross dari 3,0 persen pada 2021 menjadi 2,44 persen pada 2022.
Di samping itu, likuiditas industri perbankan pada 2022 berada pada level yang memadai. Rasio alat likuid/non-core deposit (AL/NCD) dan alat likuid/dana pihak ketiga (AL/DPK) masing-masing sebesar 137,7 persen dan 31,2 persen atau jauh di atas ambang batas minimal sebesar 50 persen dan 10 persen.
"Tingginya permodalan lembaga jasa keuangan juga memberikan bantalan penyerap risiko dan menunjang kebutuhan penyaluran pembiayaan. CAR perbankan sebesar 25,6 persen," jelas Mahendra.
Adapun ke depan kredit perbankan diproyeksi tumbuh 10 persen hingga 12 persen dan didukung oleh pertumbuhan DPK sekitar 7 persen sampai 9 persen.