Bisnis.com, JAKARTA — Industri financial technology peer-to-peer (fintech P2P) lending dapat memitigasi risiko gagal bayar pinjaman dengan asuransi kredit.
Ekonom dan Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira menilai fintech P2P lending perlu memiliki asuransi kredit, terutama untuk melindungi pemberi pinjaman (lender) ritel.
“Asuransi dalam fintech P2P lending penting untuk melindungi lender, apalagi lender yang sifatnya ritel. Ini karena untuk menjaga trust atau kepercayaan untuk berinvestasi di fintech P2P lending,” kata Bhima kepada Bisnis, Senin (15/5/2023).
Menurut Bhima, fintech P2P lending wajib memiliki asuransi kredit, karena semakin banyak fintech P2P lending yang memiliki asuransi kredit sekaligus membuktikan bahwa ada seleksi yang lebih ketat lagi dari calon borrower, proyek-proyek, maupun kegiatan usaha yang akan didanai.
“Fungsi dari pihak asuransi juga nanti akan melakukan pengawasan yang lebih ketat lagi, sehingga jangan sampai terjadinya gagal bayar atau fraud. Jadi penting [fintech P2P memiliki asuransi kredit],” ujarnya.
Bhima menilai fintech P2P lending juga harus ada tenggat waktu juga yang diberikan kepada asuransi yang menjamin pembiayaan fintech lending. “Jangan sampai lebih dari 365 hari kalender, terlalu lama, terlalu panjang, jadi harusnya ada kecepatan yang menjadi standarisasi,” imbuhnya.
Baca Juga
Sebelumnya, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat outstanding pembiayaan di industri fintech P2P lending tumbuh 36,45 persen secara tahunan (year-on-year/yoy) menjadi Rp51,02 triliun pada Maret 2023. Sementara itu, tingkat risiko kredit secara agregat (TWP90) tercatat naik menjadi 2,81 persen.
OJK optimis industri P2P lending akan terus bertumbuh pada 2023 dan tahun-tahun berikutnya. Hal ini mengingat kebutuhan akan pendanaan maupun pembiayaan di Indonesia masih sangat luas dan belum dapat dipenuhi secara keseluruhan oleh lembaga jasa keuangan yang ada.
Adapun, OJK mendorong P2P lending untuk bekerja sama dan saling berkolaborasi dengan sektor perbankan, industri jasa keuangan (IJK) lainnya, maupun non-lembaga jasa keuangan lainnya.