Bisnis.com, JAKARTA — Rasio pembiayaan bermasalah atau non-performing financing (NPF) perusahaan pembiayaan di Indonesia naik ke level 2,47 persen pada April 2023. Kendati demikian, angka ini dinilai masih dalam batas wajar oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian, Penjaminan, dan Dana Pensiun merangkap Anggota Dewan Komisioner OJK Ogi Prastomiyono mengatakan kenaikan tersebut disebabkan oleh frekuensi hari libur pada Apri 2023.
Lebih lanjut, Ogi menyakini bahwa kenaikan tersebut masih wajar. Dia optimis bahwa industri pembiayaan masih memiliki prospek pertumbuhan yang cukup baik dengan terkendalinya Covid-19.
Sebagai konteks, sebelumnya rasio NPF pada Maret 2023 yang berada di angka 2,37 persen.
Di samping adanya kenaikan NPF ke level April 2023, terjadi peningkatan piutang pembiayaan industri. Tepatnya dari Rp435,53 miliar pada Maret 2023, menjadi Rp438,85 miliar pada April 2023. Kenaikan piutang pembiayaan industri tersebut menggambarkan perbaikan 0,76 persen secara bulanan (month-to-month/mtm).
Berkenaan dengan kenaikan piutang pembiayaaan tersebut, sambung Ogi, OJK senantiasa meminta seluruh pelaku industri pembiayaan untuk selalu menjalankan kegiatan usahanya dengan menerapkan prinsip kehati-hatian, tata kelola yang baik dan manajemen risiko.
Baca Juga
Dalam lanskap lebih luas, data OJK menunjukkan tren NPF membaik sejak Desember 2020 sampai dengan Desember 2022. Pada Desember 2020 tercatat NPF Gross sebesar 4,01 persen (NPF Nett sebesar 1,61 persen), per Desember 2021 menurun menjadi 3,53 persen (NPF Nett sebesar 1,16 persen).
Kemudian, pada Desember 2022, NPF ada di level 2,32 persen (NPF Nett sebesar 0,58 persen). OJK meyakini tren jangka lebih panjang ini menunjukkan bahwa industri pembiayaan mampu mengelola NPF dengan cukup baik.