Bisnis.com, JAKARTA - Utang BUMN karya seperti PT Waskita Karya (Persero) Tbk. (WSKT) dan PT Wijaya Karya (Persero) Tbk. (WIKA) di bank telah menggunung. Utang paling banyak terdapat di himpunan bank milik negara (Himbara) seperti PT Bank Mandiri (Persero) Tbk. (BMRI) dan PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk. (BBNI). Berikut kondisi pencadangan di bank-bank BUMN.
Salah satu BUMN karya yakni Waskita misalnya kian terhimpit oleh besarnya utang berdasarkan laporan keuangan. Sepanjang semester I/2023 emiten BUMN karya berkode WSKT ini mencatatkan total liabilitas senilai Rp84,31 triliun.
Jumlah tersebut mencerminkan peningkatan sebesar 9,20 persen secara tahunan (year on year/yoy) dibandingkan periode yang sama tahun lalu, yakni Rp77,2 triliun.
WSKT sendiri memiliki utang jangka panjang senilai Rp46,13 triliun yang paling banyak terdapat di Himbara yakni senilai Rp27,57 triliun atau berporsi 59,76 persen. Sisanya, utang jangka panjang WSKT terdapat di bank-bank nonBUMN.
Pada utang jangka panjang itu, Waskita misalnya mempunyai utang di BNI untuk perjanjian restrukturisasi induk sebesar Rp7,52 triliun. Kemudian, pada perjanjian restrukturisasi ini WSKT punya utang juga di BMRI sebesar Rp4,55 triliun.
Di PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. (BBRI) pun WSKT mempunyai perjanjian restrukturisasi utang Rp2,69 triliun.
Meski utang BUMN Karya itu numpuk di Himbara, Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Dian Ediana Rae mengatakan BMRI hingga BBNI mempunyai pencadangan yang memadai.
"Berdasarkan data pengawasan kami, sebagian besar kredit kepada debitur BUMN berasal dari Himbara dengan pencadangan yang sudah cukup signifkan untuk memitgasi risiko," ujarnya dalam keterangan tertulis Sabtu (5/8/2023).
Menurutnya, pencadangan yang memadai sejalan dengan kemampuan Himbara untuk memberikan kredit kepada perusahaan besar di Indonesia, termasuk BUMN.
Dian mengatakan pembentukan cadangan merupakan sebagai salah satu mitigasi atas risiko kredit. Dalam berbagai kesempatan, mitigasi dilakukan secara bersama-sama dengan pelaksanaan upaya-upaya manajemen risiko kredit lainnya, termasuk restrukturisasi, dan lain-lain.
Terkait utang numpuk BUMN karya, OJK pada dasarnya terus mendorong fungsi intermediasi perbankan dalam bentuk penyaluran kredit kepada para pelaku usaha, termasuk BUMN. "Namun, dalam penyaluran kredit, perbankan harus menerapkan prinsip kehati-hatian, tata kelola yang baik, manajemen risiko, dan mematuhi peraturan perundangan," ujarnya.
OJK pun sebagai otoritas pengawasan perbankan selalu memantau perkembangan kredit bank, baik dari sisi agregat secara industri maupun secara individual bank.
Pencadangan Bank BUMN
Sebelumnya, Direktur Manajemen Risiko Bank Mandiri Ahmad Siddik Badruddin juga mengatakan atas berbagai risiko yang potensial dihadapi, perseroan selalu melakukan upaya mitigasi, termasuk utang numpuk BUMN karya.
"Kami siapkan mitigasi, apakah itu pencadangan yang perlu ditingkatkan. Debitur seperti WIKA dan Waskita misalnya kita sudah meningkatkan coverage [pencadangan]," ujarnya dalam paparan kinerja Bank Mandiri pada Senin (31/7/2023).
Khusus untuk WIKA dan Waskita, proses restrukturisasi dilakukan. "Kami Bank Mandiri sedang melakukan restrukturisasi bersama lender lain, memformulasikan skema restrukturisasi terbaik dan optimal, adress ke semua stakeholders debitur tersebut. Beberapa Minggu ke depan kita finalisasi," kata Ahmad Siddik.
Sementara itu, di tengah utang numpuk BUMN karya itu, pencadangan Bank Mandiri terpantau meningkat. Perseroan mencatatkan rasio pencadangan kredit bermasalah (nonperforming loan/NPL) atau NPL coverage yang naik dari 253 persen per Juni 2022 menjadi 304 persen per Juni 2023. Loan at risk (LAR) coverage pun naik dari 41,8 persen per Juni 2022 menjadi 48,2 persen per Juni 2023.
Selain Bank Mandiri, BNI mencatatkan rasio NPL coverage 308,8 persen pada Juni 2023, naik dari 263,3 persen pada Juni 2022. Rasio LAR coverage juga naik dari 42,3 persen pada Juni 2022 menjadi 47,1 persen pada Juni 2023.
Corporate Secretary BNI Okki Rushartomo mengatakan perseroan berkomitmen untuk terus meningkatkan pencadangan pada level terjaga. Secara lebih rinci, manajemen BBNI menargetkan hingga akhir tahun rasio bantalan terhadap kredit macet terus membaik ke posisi 301 persen.
"Kami berharap monitoring, penanganan, dan kebijakan kualitas kredit yang kami lakukan ini dapat efektif mendukung pertumbuhan kinerja yang berkelanjutan," ujarnya dalam keterangan resmi, bulan lalu (9/7/2023).
Sementara itu, BRI belum melaporkan kinerja keuangan semester I/2023 mereka. Namun, berdasarkan laporan keuangan kuartal I/2023, rasio pencadangan BBRI terpantau menurun.
Rasio NPL coverage mencapai 305,73 persen pada akhir 2022, turun menjadi 282,49 persen per kuartal I/2023. Adapun, LAR coverage turun dari akhir 2022 sebesar 49,4 persen, menjadi 49,2 persen per kuartal I/2023.
Sebelumnya, Direktur Utama BRI Sunarso menuturkan bahwa posisi pencadangan kredit macet (non-performing loan/NPL coverage) BBRI masih berada di atas 250 persen, tepatnya 282,49 persen pada kuartal I/2023.
"Semua yang terkait sama BUMN karya sudah kita bentuk cadangannya sesuai dengan kolektibilitasnya. Jadi, kalau kolektibilitasnya masih belum lancar, kita siapkan cadangan yang cukup. Kemudian kalau kolektibilitasnya lancar, ya kita siapkan cadangan sesuai dengan kebutuhan," jelasnya saat ditemui di Jakarta, Selasa (13/6/2023).
Di samping itu, saat ini BBRI telah menganut sistem modifiation loss dengan telah memperhitungkan posisi buku perseroan tetap positif apabila kredit yang diberikan kepada BUMN Karya mengalami kerugian.
"Jadi, kalau nanya tentang eksposur BUMN Karya di BRI seperti apa? Enggak usah khawatir, semua sudah kita cadangkan sesuai dengan tingkat kolektibilitasnya Bahkan dalam perhitungan di neraca dan laba rugi," tekannya.