Bisnis.com, JAKARTA -- Peran bank pembangunan daerah (BPD) menjadi salah satu kunci sumber pendapatan asli terus berjalan. Dua emiten perbankan dari Jawa Barat dan Jawa Timur misalnya, rutin memberi ratusan miliar bagi APBD.
Saat ini, terdapat tiga bank pembangunan daerah yang sudah mencatatkan saham di Bursa Efek Indonesia yakni PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat dan Banten Tbk. atau Bank BJB (BJBR), PT Bank Bank Pembangunan Daerah Jawa Timur Tbk. atau Bank Jatim (BJTM), serta PT Bank Pembangunan Daerah Banten Tbk. atau Bank Banten (BEKS).
Satu lagi yakni PT Bank Pembangunan Daerah Sumatra Utara atau Bank Sumut (BSMT) sedang berproses di Bursa Efek Indonesia.
Pada kinerja 2023 lalu, seluruh emiten ini mencatatkan kinerja yang solid. Meski terdapat tekanan pada sisi laba akibat tingginya suku bunga.
Pllerusahaan mampu menunjukkan kinerja yang terjaga. Bank Jatim misalnya, dalam RUPS Tahun Buku 2023 yang dilakukan pada Februari 2024 kemarin, memutuskan membagi dividen sebesar Rp54,39 per lembar saham. Nilai tersebut naik dari dividen tahun sebelumnya yaitu sebesar Rp53,09 per lembar saham.
Sehingga secara keseluruhan, total dividen yang dibagi kepada pemegang saham berada di angka Rp816,69 miliar atau sebesar 55,55% dari laba bersih Tahun Buku 2023.
Baca Juga
“Perseroan sebagai mitra strategis pemerintah daerah, senantiasa terus bersinergi serta menyelaraskan program," kata Busrul beberapa waktu lalu (8/2/2024).
Selain memberi PAD, Perseroan juga mendukung digitalisasi keuangan pemerintah daerah melalui Elektronifikasi Transaksi Pemerintah Daerah (ETPD). Selain itu juga dilakukan penyeragaman serta integrasi sistem keuangan belanja daerah melalui Sistem Informasi Pemerintah Daerah (SIPD) di seluruh area Jawa Timur dan telah mengintegrasi Sistem Keuangan Desa (Siskeudes) di 595 Desa.
Kinerja solid juga disampaikan Bank BJB (BJBR) dalam pengumuman hari ini, Senin (4/3/2024). Perusahaan secara konsolidasi mengumumkan membukukan laba bersih sebesar Rp1,68 triliun sepanjang 2023. Sementara, untuk bank only, laba Bank BJB lebih tinggi yakni Rp1,72 triliun.
Pendapatan bunga bersih (net interest income/NII) tercatat menjadi Rp7,06 triliun per akhir Desember 2023. Lebih lanjut, pendapatan berbasis komisi atau fee based income bank naik 20,92% secara tahunan menjadi Rp1,45 triliun pada 2023, dibanding sebelumnya Rp1,19 triliun pada 2022.
Dari segi intermediasi, bank telah menyalurkan kredit Rp125,08 triliun pada 2023, naik 8,05% dari posisi tahun sebelumnya yakni Rp115,76 triliun pada 2022. Total aset bank BJB secara konsolidasi juga tercatat naik 3,89% menjadi Rp188,29 triliun pada 2023, dari sebelumnya Rp181,24 triliun pada 2022.
Terakhir, dari segi himpunan dana pihak ketiga (DPK) bank tercatat Rp136,61 triliun pada 2023, naik 4,17% dari sebelumnya Rp131,14 triliun pada 2022. Tercatat, dana murah atau current account savings account (CASA) Bank BJB naik 3,37% menjadi Rp56,55 triliun pada 2022, dari sebelumnya Rp54,7 triliun pada 2022.
Dalam kesempatan terpisah, Direktur Utama Bank BJB Yuddy Renaldi telah memberikan sinyal terang soal soal rencananya membagikan dividen Tahun Buku 2023 pada 2024.
Dia menyebut penentuan dividen sendiri tergantung dari Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan (RUPST) yang kerap dilakukan dalam rentang waktu akhir Maret atau awal April 2024.
“Tapi melihat secara historical data yang ada, kita membagikan dividen 49% hingga 60% [dari laba bersih] pertahunnya,” ujarnya pada awak media dalam Public Expose beberapa waktu lalu.
Dia optimistis bahwa kinerja keuangan terus terjaga meski di tengah tekanan biaya dana. Hal ini tercermin dari sejumlah indikator keuangan yang baik.
BPD sebagai andalan PAD juga terlihat di Bank Sumut. Perseroan tercatat menebar dividen Rp592,06 miliar, atau 80% dari raupan laba bersih tahun buku 2023.
Berdasarkan pengumuman yang dipublikasikan di Harian Bisnis Indonesia pada Selasa (27/2/2024), Bank Sumut telah menggelar rapat umum pemegang saham tahunan (RUPST) per Senin (26/2/2024). Hasil keputusan RUPST di antaranya terkait penggunaan laba bersih.
"Menyetujui penggunaan laba bersih tahun buku 2023, sebesar Rp740.075.218.673 untuk didistribusikan dividen tunai sebesar 80% atau sebesar Rp592.060.174.938," tulis Bank Sumut dalam pengumuman hasil RUPST pada Selasa (27/2/2024).
Selain itu, sebesar 20% dari laba atau Rp148.01 miliar akan digunakan sebagai cadangan umum.
Adapun, dividen yang dibagikan Bank Sumut pada tahun ini naik dibandingkan tebaran dividen pada tahun lalu sebesar Rp560,5 miliar. Dari sisi rasio tebaran dividen atau dividen payout ratio, Bank Sumut mempertahankannya di level tinggi 80%.
Sebagaimana diketahui, Bank Sumut telah meraup laba bersih Rp740 miliar sepanjang 2023, tumbuh 5,62% dibanding tahun sebelumnya sebesar 700,72 miliar.
Dari sisi intermediasi, Bank Sumut menyalurkan kredit Rp26,77 triliun, tumbuh 5,33% dari sebelumnya Rp25,41 triliun. Pembiayaan syariah juga naik 5,89% menjadi Rp2,58 triliun pada 2023, dari sebelumnya Rp2,44 triliun.
Alhasil, kenaikan kredit dan pembiayaan syariah ini berimbas pada aset yang juga tumbuh 9,29% menjadi Rp44,4 triliun sepanjang 2023 dibanding tahun lalu Rp40,62 triliun.
Dari segi pendanaan, bank telah meraup dana pihak ketiga (DPK) seniali Rp35,02 triliun pada 2023, tumbuh 9,75% dari sebelumnya Rp31,91 triiiun. Sementara, dana murah alias current accounts saving account (CASA) sepanjang 2023 mencapai Rp17,76 triliun, turun 6,84% dari sebelumnya Rp19,06 triliun.
Emiten bank daerah yang meningkatkan kinerja meski belum mampu membagi dividen adalah Bank Banten. Perseroan telah mampu membalikan kondisi dari rugi menjadi laba pada 2023. Nilai laba bersih bank daerah ini mencapai Rp27,29 miliar per Desember 2023.
Adapun, mengacu laporan tahunan, per Desember 2022 perseroan masih membukukan rugi bersih sebesar Rp239,28 miliar.
Capaian laba bank pada 2023 itu terdorong oleh kinerja pendapatan bunga bersih (net interest income/NII) yang tumbuh 25,57% secara tahunan (year on year/yoy) menjadi Rp196,27 miliar pada 2023.
Bank juga mencatatkan pemulihan dari penyisihan kerugian penurunan nilai aset sebesar Rp17,49 miliar pada 2023. Sementara, sejumlah beban menyusut, seperti beban umum dan administrasi dari Rp398,96 miliar pada 2022 menjadi Rp137,57 miliar pada 2023. Beban tenaga kerja dan tunjangan juga susut menjadi Rp122,62 miliar dari sebelumnya Rp139,7 miliar.
"Bank telah melakukan program efisiensi biaya melalui negosiasi ulang terhadap biaya kerjasama dengan penyedia jasa pihak ketiga, efektivitas kegiatan operasional dan usaha bank serta melakukan pemantauan dan pengendalian biaya operasional dan umum lainnya," ujar Direktur Utama Bank Banten Muhammad Busthami dalam catatan laporan tahunan yang dipublikasikan beberapa waktu lalu (21/2/2024).
Proyeksi Bisnis BPD 2024
Berdasarkan Statistik Perbankan Indonesia yang dirilis Otoritas Jasa Keuangan, laba BPD menyentuh Rp14,52 triliun pada 2023, merosot 5,1% secara tahunan (year on year/yoy) dibandingkan laba pada tahun sebelumnya Rp15,3 triliun.
Sekjen Asosiasi Bank Pembangunan Daerah (Asbanda) yang juga sebagai Direktur Utama PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat dan Banten Tbk. atau Bank BJB (BJBR) Yuddy Renaldi mengatakan outlook BPD akan lebih baik pada tahun ini
“Kita lihat suku bunga sudah pada 'peak'-nya dan tinggal menunggu momen penurunan suku bunga dengan memperhatikan kondisi ekonomi secara makro,” ujarnya pada Bisnis, Selasa (28/2/2024)
Menurutnya, sebagaimana terjadi secara industri, tekanan suku bunga sepanjang tahun 2023 lalu cukup terasa pada kelompok bank daerah, khususnya terkait biaya dana atau cost of fund.
Sehingga, Yuddy berharap di semester II/2024, suku bunga acuan dapat mulai turun secara berkala sehingga tidak memberikan tekanan lebih kepada biaya dana.
“Sepanjang tahun 2022 sampai dengan 2023 suku bunga acuan telah mengalami kenaikan 250 basis poin [bps] yang pada akhirnya mempengaruhi suku bunga dana khususnya deposito, karena BPD tidak hanya mengelola giro pemerintah daerah, per Desember 2023, komposisi dana deposito di BPD mencapai 44% yang sensitif terhadap perubahan suku bunga,” ujarnya.
Lebih lanjut, mengenai kinerja BPD, Yuddy memproyeksikan secara bisnis dapat tumbuh dengan baik. Dia menyebut, saat ini BPD sudah menyerahkan rencana bisnis bank (RBB) kepada Otoritas Jasa Keuangan pada November tahun lalu
“Saya kira akan tumbuh dengan positif di tahun ini, apalagi bisnis nya banyak di konsumer, kita tahu jika ekonomi membaik, konsumsi masyarakat pun cenderung meningkat dan permintaan kredit di BPD pun turut terakselerasi,” ujarnya.
Adapun, dari segi intermediasi, BPD memang tercatat telah menyalurkan kredit Rp606,68 triliun pada 2023, tumbuh 7,79% dari periode sebelumnya Rp562,85 triliun pada 2022. Aset BPD pun naik 5,02% menjadi Rp985,42 triliun pada 2023 dari sebelumnya Rp938.29 triliun pada 2022.
Seiring dengan kenaikan kredit, rasio kredit bermasalah (nonperforming loan/NPL) BPD naik tipis 5 basis poin (bps) ke level 2,18% dari sebelumnya 2,13%.
Pada sisi pendanaan, BPD telah meraup tabungan hingga deposito dari masyarakat alias dana pihak ketiga (DPK) sebesar Rp730,33 triliun dari sebelumnya Rp723,88 triliun pada 2022.
Melansir dari riset Mirae Asset Sekuritas Indonesia beberapa waktu lalu, dividen dari sektor keuangan diprediksi menunjukkan pertumbuhan tertinggi secara tahunan yang berasal dari pertumbuhan pendapatan yang kuat.
Meskipun terdapat peraturan OJK mengenai dividen, pihaknya masih yakin bahwa sebagian besar bank akan mempertahankan kebijakan dividennya mengingat posisi permodalan yang besar. Rasio kecukupan modal alias CAR perbankan tercatat sebesar 27,89% per November 2023.