Bisnis.com, BADUNG — Asosiasi Perusahaan Pembiayaan Indonesia (APPI) optimistis dapat memenuhi arahan sesuai Roadmap Pengembangan dan Penguatan Perusahaan Pembiayaan 2024–2028. Terutama meningkatkan porsi pembiayaan ke sektor produktif dan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM).
Dalam peta jalan tersebut, data OJK menunjukkan bahwa pembiayaan terhadap sektor UMKM cenderung meningkat sepanjang periode 2018–2023, namun porsinya terhadap total pembiayaan masih relatif rendah, yaitu hanya mencapai 35,26% pada Desember 2023.
Ketua Umum APPI Suwandi Wiratno mengatakan bahwa industri dan pemain multifinance memiliki arahan tertulis yang lebih fokus sesuai dengan Roadmap Pengembangan dan Penguatan Perusahaan Pembiayaan 2024–2028.
Suwandi menuturkan bahwa OJK menginginkan agar financing to asset ratio (FAR) secara agregat dapat terus meningkat secara bertahap, yaitu 85–86% pada fase 1 (2024–2025), 87–88% pada fase 2 (2026–2027), serta 89–90% pada fase 3 atau di tahun 2028 mendatang.
Untuk itu, kata Suwandi, para pemain multifinance harus menyesuaikan arahan di dalam rencana bisnis masing-masing perusahaan. Demikian juga dengan asosiasi yang berperan untuk selalu mengingatkan para pemain.
“Harapannya jelas, ada arahan-arahan yang diharapkan di tahun 2024–2025 mendatang kita harus menyisir pangsa-pangsa pembiayaan produktif sebesar 44–45%,” kata Suwandi saat dihubungi Bisnis, dikutip pada Jumat (8/3/2024).
Baca Juga
Kemudian, pangsa pembiayaan sektor produktif harus meningkat menjadi 46–48% pada 2026–2027, serta menjadi 49–51% pada 2028 mendatang.
“Terus meningkat dan tidak berhenti di tahun 2028, walaupun peta jalannya berhenti di 2028. Artinya, kan tidak berat juga, hanya menaikkan sedikit,” ungkapnya.
APPI berharap dengan peta jalan ini, pangsa pembiayaan ke sektor produktif dan UMKM akan tumbuh sesuai dengan panduan regulator. "Di tahun 2024 ke 2025 ini, akhir 2024 bisa meningkat menjadi 44%-an," tambahnya.
Merujuk roadmap Pengembangan dan Penguatan Perusahaan Pembiayaan 2024–2028, kajian yang dilakukan oleh AFPI dan Ernst and Young (EY) menunjukkan terdapat tren meningkat dari kesenjangan antara supply dan demand pendanaan UMKM sampai dengan 2026.
Pada 2026, kesenjangan tersebut diproyeksikan mencapai Rp4.300 triliun, sedangkan kemampuan untuk penyaluran pendanaan untuk UMKM oleh lembaga jasa keuangan pada periode tersebut hanya Rp1.900 triliun.
Berdasarkan riset internal yang OJK lakukan pada 2022, terdapat Rp1.519 triliun atau 55,43% dari total kebutuhan pendanaan UMKM yang dapat dibantu oleh industri keuangan non-bank (IKNB).
Namun, dari jumlah tersebut, kapasitas pembiayaan IKNB hanya mampu memenuhi sebesar Rp229 triliun atau hanya 15%.
“Dapat disimpulkan bahwa ruang pertumbuhan bagi pembiayaan masih sangat terbuka lebar. Namun demikian, diperlukan peningkatan kapasitas pada perusahaan pembiayaan untuk dapat mengisi gap pendanaan UMKM nasional,” demikian yang dikutip dari Roadmap Pengembangan dan Penguatan Perusahaan Pembiayaan 2024–2028.