Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Cerita Bos BSI (BRIS) Pahit Manis Bangun Merger Bank Syariah Terbesar di Tanah Air

Direktur Utama PT Bank Syariah Indonesia (Persero) Tbk. (BRIS) atau BSI Hery Gunardi menjadi salah satu sosok di balik mega merger bank syariah Tanah Air.
Direktur Utama PT Bank Syariah Indonesia Tbk. (BSI) Hery Gunardi memberikan paparan saat acara diskusi buku Mega Merger In The Pandemic Era di Jakarta, Kamis (11/7/2024). Bisnis/Fanny Kusumawardhani
Direktur Utama PT Bank Syariah Indonesia Tbk. (BSI) Hery Gunardi memberikan paparan saat acara diskusi buku Mega Merger In The Pandemic Era di Jakarta, Kamis (11/7/2024). Bisnis/Fanny Kusumawardhani

Bisnis.com, JAKARTA -- Direktur Utama PT Bank Syariah Indonesia (Persero) Tbk. (BRIS) atau BSI Hery Gunardi menjadi salah satu sosok sentral di balik mega merger bank syariah Tanah Air. Ragam tantangan dihadapi Hery kala itu hingga akhirnya merger rampung dan berbuah manis.

Merger atau penggabungan dari PT Bank BRI Syariah Tbk, PT Bank Syariah Mandiri (BSM) dan PT Bank BNI Syariah itu mulai dijajaki pada 2020. Inisiasi besar Presiden RI Joko Widodo untuk membangun industri perbankan syariah itu mesti dijalankan dalam kondisi yang sulit, yakni Pandemi Covid-19. 

Adapun, Hery yang kala itu menjabat sebagai Wakil Direktur Utama PT Bank Mandiri (Persero) Tbk. (BMRI) ditunjuk oleh Pemerintah sebagai Ketua Project Management Office (PMO) dan Integration Management Office (IMO) merger bank syariah besutan himpunan bank milik negara (Himbara).

Dia sempat menanyakan kepada Wakil Menteri BUMN Kartika Wirjoatmodjo alasan kenapa ia yang diberi tugas tersebut. Jawabannya, Hery merupakan bankir senior dan telah berpengalaman dalam hal merger.

Ia memang sempat terlibat dalam mega merger Bank Mandiri pasca krisis moneter 1998 serta pendirian PT AXA Mandiri. Tugas baru merger BSI pun dijalani. Namun, tugasnya kala itu berat, sebab pandemi Covid-19 merebak. Ia teringat kala itu sempat ditanya di sebuah acara yang digelar McKinsey sekaligus diragukan soal tugas merger.

"Saat pandemi kok merger. Saya jawab, ini tugas saya membangun ekonomi syariah di Indonesia yang ketinggalan. Ini saya tanpa pamrih supaya jadi artepak. Pilihan saya cuma dua, pertama berhasil, kedua berhasil," katanya dalam acara Diskusi Buku Mega Merger in The Pandemic Era pada Kamis (11/7/2024).

Kala pandemi, proses perancangan merger tidaklah mudah. Mobilitas terbatas yang mengharuskan koordinasi proses legal merger dijalankan secara jarak jauh. Ekonomi pun ambruk saat pandemi. 

“Tidak hanya itu, semua hal ini pun [merger] harus kami selesaikan dalam waktu yang relatif singkat,” ujar Hery. Pemerintah memang menargetkan merger rampung pada awal 2021.

Selepas legal merger rampung, tantangan lain pun muncul. "Ada operasional merger ini yang tak kalah horornya. Saat operasional merger, biasanya ada yang survive ada yang tidak," katanya.

Saat operasional merger, integrasi bisnis di tiga bank syariah besutan Himbara itu dijalankan. 

Menurutnya, tantangan merger ada di ego masing-masing entitas yang akan digabungkan. "70% sampai 90% merger gagal, gara-gara integrasi, membawa ego, pola, dan paham lama," tuturnya.

Maka menurutnya, perlu aksi cermat dalam menjalankan merger, termasuk dalam merger atau penggabungan BSI pada 2020. "Tantangan terbesar adalah budaya, kalau budaya tidak dibenerin bisa gagal," katanya. 

Adapun, menurutnya yang dikejar dari merger bank syariah kala itu bukan hanya value, tapi menciptakan organisasi baru dengan membawa hal-hal baik di dalamnya. 

"Dari tiga bank, BSM punya wholesale yang bagus, BNI Syariah punya funding bagus, BRI Syariah juga funding bagus," ujarnya.

Integrasi berhasil dijalankan, baru pada Februari 2021 mega merger bank syariah itu berhasil diresmikan oleh Presiden RI Joko Widodo di Istana Negara.

Kinerja BSI Kini

Setelah tiga tahun merger, BSI mencatatkan pertumbuhan bisnis yang pesat. Pada kuartal I/2024 BSI telah mencatatkan pertumbuhan laba bersih 17,07% secara tahunan (year-on-year/yoy) menjadi Rp1,71 triliun. 

Pada fungsi intermediasi, pembiayaan BSI naik 15,92% menjadi Rp246,54 triliun dari sebelumnya Rp212,67 triliun. Alhasil, aset terkerek naik 14,25% menjadi Rp357,9 triliun dari sebelumnya Rp313,25 triliun. 

Halaman
  1. 1
  2. 2

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper