Bisnis.com, JAKARTA – Anggota Komisi XI DPR RI menilai banyaknya aduan masyarakat tentang fintech P2P lending atau pinjaman online menjadi bukti bahwa program edukasi yang dilakukan industri dan pemerintah sejauh ini belum optimal.
Pada dasarnya, pelaksanaan edukasi dan literasi keuangan ini wajib dilakukan oleh perusahaan penyelenggara fintech P2P lending.
Hal itu diatur dalam Peraturan OJK (POJK) No.3 tahun 2023 tentang Peningkatan Literasi dan Inklusi Keuangan Bagi Konsumen dan Masyarakat dan PJOK No.22 tahun 2023 tentang Pelindungan Konsumen, dan Masyarakat di Sektor Jasa Keuangan.
Fathi, Anggota Komisi XI DPR RI dari Fraksi Partai Demokrat menilai posisi fintech P2P lending sebenarnya sangat strategis bagi masyarakat di daerah 3T (tertinggal, terdepan dan terluar) yang belum terlayani bank dan sebagai pelaku usaha ultra mikro.
"Namun, dengan kondisi sekarang fintech ini belum bisa dibilang jadi solusi bagi mereka. Kenapa, kita lihat bahwa terkait market conduct pengaduan paling besar dari fintech. Noise paling besar dari fintech. Agar ke depan tidak terjadi lagi aduan masyarakat perlu dari asosiasi memberikan pemahaman yang betul-betul jujur dan transparan," kata Fathi dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) Komisi XI DPR RI, Rabu (12/3/2025).
Sementara itu, anggota Komisi XI DPR RI dari Fraksi PAN, Ahmad Rizki Sadig melihat literasi pemahaman masyarakat Indonesia dengan finansial teknologi masih sangat rendah. Untuk masyarakat dari kalangan tertentu, Rizki melihat fenomena masyarakat lebih peham tentang rentenir yang keliling kampung dibanding fintech P2P lending.
Baca Juga
"Kita harapkan bagaimana meningkatkan pemahaman masyarakat kita, khususnya yang tadi, lebih kenal bank titil [rentenir] dibandingkan fintech. Hal seperti ini yang sepertinya masyarakat kita belum bisa menjangkau, yang katanya pengguna HP di Indonesia lebih dari jumlah penduduk Indonesia tapi pemahaman teknologi khususnya bidang keuangan [sangat kurang], masyarakat kita pakai HP belum paham menggunakan itu [fintech P2P lending]," ujar Rizki.
Selati tiga uang, Galih Dimuntur Kartasasmita, Anggota Komisi XI DPR RI dari Fraksi Partai Golkar menduga program literasi dan edukasi yang gencar dilakukan selama ini salah sasaran. Dia menilai, semestinya kalangan yang membutuhkan edukasi dan literasi ini adalah segmentasi masyarakat menengah ke bawah.
"Target asosiasi medium up [menengah ke atas], sedangkan yang dibutuhkan medium down [menengah ke bawah]. Saya apresiasi lengkah yang sudah dilakukan teman-teman, tapi kalau bisa diperluas lagi," ujarnya.