Bisnis.com, JAKARTA - PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk menyatakan pertumbuhan penyaluran kredit pada tahun ini akan mengalami tekanan akibat kondisi ekonomi Indonesia yang melemah di tengah wabah Covid-19.
Direktur Bisnis Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) Bank BNI Tambok P. Setyawati mengatakan pertumbuhan kredit hingga akhir tahun diprediksi berada pada kisaran 2%-4% secara tahunan.
“Dengan kondisi saat ini, kami fokus melakukan perbaikan kualitas aset. Kami akan menyalurkan penjaman secara selektif di semua segmen, terutama yang terdampak pandemi Covid-19,” katanya, Selasa (19/5/2020).
Adapun perseroan mencatat kredit yang disalurkan hingga kuartal I/2020 tumbuh sebesar 11,2% secara tahunan (year-on-year/yoy), meningkat dari Rp521,35 triliun pada kuartal I/2019 menjadi Rp579,60 triliun pada kuartal I/2020.
Jika dibandingkan dengan posisi akhir tahun 2019 atau secara year-to-date, penyaluran kredit BNI tersebut tumbuh 4,1%.
Tambok mengutarakan ada beberapa sektor yang masih berpotensi untuk menopang pertumbuhan kredit hingga akhir tahun.
Baca Juga
Pada segmen korporasi, menurutnya yang masih berpotensi adalah sektor informasi teknologi dan consumer goods, serta yang berkaitan dengan kebutuhan pokok seperti F&B, industri hilir perkebunan, alat sanitasi, dan sektor lainnya.
Untuk kredit yang disalurkan kepada BUMN, sektor-sektor yang dinilai masih berpotensi yaitu telekomunikasi dan perdagangan.
Di samping itu, perseroan akan lebih bersikap selektif dan pruden pada segmen menengah yang saat ini menjadi perkatian khusus.
“Kredit kecil diprediksi masih akan mengalami perlambatan, fokus utama kami adalah perbaikan kualitas kredit. Peluang di sektor perdanganan tapi khusus kebutuhan pokok, farmasi, dan pemanfaatan teknologi digital,” kata Tambok.
Sementara dari sisi profitabilitas, Tambok menyampaikan dengan kondisi pandemi Covid-19 pastinya tahun ini akan mengalami tekanan, diharapkan akan pulih pada 2021.
“2021 akan recovery tapi tergantung pada pemulihan ekonomi, kita harapkan bisa selesai di September atau Oktober,” katanya.
Pada kuartal pertama tahun ini, perseroan mencatatkan perlambatan pertumbuhan laba bersih, yaitu sebesar Rp4,25 triliun atau meningkat 4,3% yoy dibandingkan dengan kuartal I/2019 sebesar Rp4,08 triliun.
Pertumbuhan laba ini dikontribusi oleh pertumbuhan pendapatan bunga bersih (net interest income/NII) sebesar 7,7% yoy menjadi Rp9,54 triliun.
Kenaikan NII tersebut ditopang oleh kenaikan pendapatan bunga sebesar 3,8% dan penurunan beban bunga sebesar 2,5%. Penurunan beban bunga dapat ditekan perseroan melalui biaya dana (cost of fund) yang turun sebesar 30 bps, sejalan dengan peningkatan dana murah (CASA).
Perseroan pun tetap menerapkan strategi efisiensi untuk menekan beban operasional, terutama pada pos biaya variabel, sehingga beban operasional BNI pada kuartal I/2020 tumbuh sebesar 1,7% yoy.
Pengamat pasar modal sekaligus Presiden Direktur CSA Institute Aria Santoso mangatakan hasil kinerja Bank BNI pada kuartal pertama tersebut belum menunjukkan perlambatan bisnis yang disebabkan oleh pandemi Covid-19.
Sehingga menurutnya, bank harus lebih mewaspadai pertumbuhan yang mungkin akan mengalami perlambatan di kuartal kedua, serta dampak dari restrukturisasi yang harus dilakukan bank kepada debitur yang terdampak Covid-19.
Aria berpendapat kinerja perbankan baru akan mulai pulih pda semester II/2020. ‘Kemungkinan di semester kedua 2020 baru akan dimulai pemulihan dari sisi perputaran bisnis untuk kembali seperti semula secara bertahap,” katanya.
Sementara itu, Aria menilai tantangan perseroan saat ini adalah bagaimana melakukan efisiensi di tahun ini untuk menjaga kinerja tetap baik.