Bisnis.com, JAKARTA - Multifinance mulai optimistis menapaki periode semester II/2020, menilik salah satu sektor penopangnya yakni pembiayaan kendaraan mulai menunjukkan tanda-tanda rebound.
Tepatnya di sektor pembiayaan kendaraan roda dua baru yang pada Juni 2020 naik 1,39 persen (month-to-month/mtm) ke angka Rp76,14 triliun pada Juni 2020 sesuai statistik lembaga pembiayaan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) terbaru.
Sebelumnya, angka realisasi penyaluran kredit motor ini tercatat terus menurun sejak Februari 2020 akibat Covid-19 dan mencapai titik terendah di angka Rp75,09 triliun pada Mei 2020.
Baca Juga
Ketua Umum Asosiasi Perusahaan Pembiayaan Indonesia (APPI) Suwandi Wiratno mengungkap bahwa optimisme terkait fenomena ini perlu dijaga.
"Percaya pasti akan bangkit. Karena secara demografi, Indonesia itu luas, penduduknya banyak. Pasti kebutuhan kendaraan itu terus menerus ada. Generasi yang baru mulai bekerja dan membutuhkan mobilitas selepas pandemi ini pun akan terus ada," ujarnya kepada Bisnis, Senin (17/8/2020).
Memang, dilihat dari nominal penyalurannya, realisasi kredit kendaraan roda dua kalah nilainya dengan realisasi kredit roda empat. Namun, bukan berarti fenomena rebound pembiayaan roda dua ini tetap bisa menjadi angin segar buat perusahaan pembiayaan.
"Kalau secara [nilai] rupiah, 2/3 dari kredit kendaraan itu untuk mobil, 1/3 itu motor. Tapi motor kan harganya murah, tapi secara jumlah unit, motor tetap sangat besar," tambahnya.
Terakhir, Suwandi pun berharap fenomena rebound ini berlanjut secara bertahap di seluruh lini objek pembiayaan kendaraan, sehingga bukan hanya untuk motor baru, tapi juga motor bekas, serta mobil baru maupun bekas.
Syaratnya, pandemi Covid-19 beserta kebijakan yang diakibatkannya seperti Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) tak lagi marak di seluruh daerah Indonesia. Serta terpengaruh dari bagaimana iklim bisnis dan strategi penjualan sektor otomotif itu sendiri di era new normal.
"Kebutuhan pasti ada, tapi semua tidak bisa naik langsung. Waktunya kapan? Tergantung tiap daerah kasusnya berbeda-beda. Pabrik yang tadinya ditutup selama pandemi, kan harus beroperasi dulu, nyala dulu dari awal, mulai berproduksi lagi terlebih dahulu. Jadi, memang masih butuh waktu," tutupnya.