Bisnis.com, JAKARTA - Pengembangan layanan digital oleh sejumlah perbankan memiliki konsep yang berbeda-beda. Beberapa bank memilih dengan skema akuisisi, dan beberapa memiliki tumbuh secara organik. Lantas cara apa yang paling efektif?
Direktur Riset Center of Reform on Economics (CORE) Piter Abdullah mengatakan ke depan, bank-bank di Tanah Air akan mengembangkan layanan digital. Hanya saja, pengembangan layanan digital tersebut tidak serta merta menjadikan bank umum tersebut menjadi bank digital.
Merujuk pada ketentutan Otoritas Jasa Keuangan no.12/2021, kata Piter, definis bank digital bank digital lebih kepada mereka tidak memiliki kantor cabang atau membangun kantor cabang secara terbatas. Adapun bank konvesional yang memberikan layanan digital, maka bank itu bukan termasuk bank digital.
“Layanan mobile banking bukan berarti banknya sudah digital, tetapi mereka memberikan layanan digital,” kata Piter dalam acara Bisnis Indonesia Banking Outlook 2022, Rabu (22/6).
Piter menambahkan regulator perlu untuk memperjelas definisi bank digital, agar insentif atau kemudahan yang diberikan OJK kepada perbankan menjadi tepat sasaran.
“Saya rasa aturan dari regulasi ini akan mengikuti perkembangannya,” kata Piter.
Baca Juga
Adapun mengenai model pembangunan bank digital oleh perbankan konvensional, kata Piter, setiap perusahaan berbeda-beda sesuai dengan kondisi masing-masing bank.
Bagi bank konvensional yang memilih strategi anorganik dalam mengembangkan bank digital, menurutnya, hal itu disebabkan bank konvensional tersebut memiliki keinginan menjadi bank digital di kemudian hari.
Sementara itu untuk bank konvensional yang mengembangkan layanan digital tanpa mengakuisisi bank, menurutnya, karena perhitungan bank konvensional tersebut berbeda dan memiliki kriteria sendiri.
“[Akuisisi bank untuk kembangkan bank digital] Tujuannya agar induknya bisa fokus dahulu, sambil mengembangkan konsep bank digital di anak usahanya. Kalau anak usahanya berkembang pada waktunya nanti mungkin anaknya yang akan mencaplok induknya,” kata Piter.
Sekadar informasi, dalam mengembangkan layanan digital Kelompok Bank Berdasarkan Modal Inti (KBMI) IV atau bank dengan modal di atas Rp70 triliun memiliki cara yang berbeda-beda.
PT Bank Central Asia Tbk. (BBCA) dan PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk. (BBNI) memilih untuk mengakuisisi bank kecil untuk disulap menjadi bank digital.
BCA mengakuisisi PT Bank Royal Indonesia dengan nilai Rp988 miliar pada 2019. Kemudian BCA mengubah bank tersebut menjadi PT Bank Digital BCA. Perusahaan yang belum genap 1 tahun itu terus mencatatkan jumlah pelanggan dan telah memiliki 750.000 nasabah pada Mei 2022.
BNI mengakuisisi PT Bank Mayora senilai Rp3,5 triliun. BNI rencananya akan menyulap bank tersebut menjadi bank digital bekerja sama dengan induk Shopee, Sea Ltd, di sisi teknologi.
Sementara itu PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. (BBRI) mengubah anak usahanya yaitu PT Bank Rakyat Indonesia Agroniaga Tbk (BRI Agro) menjadi PT Bank Raya Indonesia Tbk (Bank Raya) yang fokus pada bank digital.
Sementara itu PT Bank Mandiri (Persero) Tbk. (BMRI) tidak mengakuisisi bank. Mandiri memilih mengembangkan layanan bank digital dengan cara menempel di internal.
Sampai dengan pertengahan 2022 jumlah pengguna Livin mencapai 13 juta pengguna. Mandiri menargetkan total nilai transaksi di Livin mencapai Rp3.000 triliun pada akhir 2022.