Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Duh! Aturan OJK soal Kenaikan Modal Asuransi Jadi Beban Pengusaha

Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI) menilai syarat peningkatan modal asuransi bisa menjadi beban bagi pelaku usaha.
Karyawati beraktivitas di dekat logo-logo perusahaan asuransi di kantor Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI) di Jakarta./ Bisnis/Arief Hermawan P
Karyawati beraktivitas di dekat logo-logo perusahaan asuransi di kantor Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI) di Jakarta./ Bisnis/Arief Hermawan P

Bisnis.com, JAKARTA— Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI) menilai syarat peningkatan modal yang ditetapkan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) bukan satu-satunya cara untuk memperkuat industri asuransi di Indonesia. Ekosistem industri asuransi yang seharusnya diperbaiki dan diperbarui. 

“Kami mengusulkan mencari jalan keluar yang terbaik, kenaikan modal Rp500 miliar dan Rp 1 triliun dengan jangka waktu yang sudah diumumkan ini sangat mengagetkan,” kata Ketua AAUI Budi Herawan dalam acara Ngobrolin Opini ‘Saling Silang Permodalan Asuransi’ yang digelar Kupasi pada Jumat (14/7/2023). 

Budi mengatakan bahwa masih ada beberapa masalah asuransi yang perlu diperbaiki. Diketahui beberapa perusahaan diketahui mengalami gagal bayar seperti Asuransi Jiwa Bersama (AJB) Bumiputera, PT  Asuransi Jiwa Kresna (Kresnalife), dan PT Asuransi Jiwa Adisarana Wanaartha (Wanaartha Life). 

Selain itu, perusahaan reasuransi lokal juga menurut Budi masih ada beberapa yang belum sehat. Menurutnya di tengah kondisi tersebut, permintaan peningkatan modal Rp1 triliun pada 2028 menjadi beban. 

“Jadi [seharusnya] ekosistem yang harus kita perbaiki bersama-sama [terlebih dahulu]” katanya. 

Belum lagi perusahaan asuransi juga tengah disibukkan dengan penerapan Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) 74 tentang Kontrak Asuransi yang berlaku pada 2025. Budi pun mengusulkan kenaikan modal dilakukan setelah penerapan aturan tersebut. 

Dia juga menyinggung soal pembagian kelas perusahaan asuransi berdasarkan permodalan. Perusahaan nantinya akan dibagi mana yang bisa menjual produk sederhana dan mana yang kompleks berdasarkan modalnya. 

Budi berharap terkait wacana pembatasan tersebut perlu dikaji ulang. Pasalnya, dia menilai jangan sampai menjadi masalah di kemudian hari. 

“Untuk segmen-segmen yang masih risiko yang sederhana dan kompleks harus melalui kajian dan risk profil yang ada, berapa potensi preminya itu bagaimana, jangan sampai menjadi personalan baru,” katanya. 

Budi pun meyakini bahwa pihaknya terbuka atas rencana regulator memperbaiki industri asuransi. Namun tentunya dengan kajian yang matang untuk langkah perbaikan ke depan. 

Sebelumnya, Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian, Penjaminan, dan Dana Pensiun merangkap Anggota Dewan Komisioner OJK Ogi Prastomiyono mengatakan bahwa regulator tengah mengkaji ulang aturan permodalan perusahaan asuransi.

Sejauh ini modal minimum perusahaan asuransi diatur dalam Peraturan OJK (POJK) 67/2016. Dalam aturan ini, untuk saat ini ekuitas minimum untuk perusahaan asuransi adalah Rp100 miliar, perusahaan reasuransi Rp200 miliar, asuransi syariah sebesar Rp50 miliar, dan reasuransi syariah mencapai Rp100 miliar.

OJK menilai ekuitas minimum yang berlaku saat ini dinilai terlalu rendah dibandingkan dengan risiko usaha bisnis yang dijalankan perusahaan asuransi.

“Oleh karena itu, kita akan melakukan perubahan POJK 67/2016 yang sekarang memang sedang kita edarkan [terkait rancangan POJK] ke asosiasi dan pelaku usaha jasa keuangan [PUJK] untuk mendapatkan respons,” kata Ogi dalam konferensi pers Hasil Rapat Dewan Komisioner (RDK) OJK Bulan April 2023, dikutip pada Minggu (7/5/2023).

Rinciannya, ekuitas perusahaan asuransi akan dinaikkan dari Rp100 miliar menjadi Rp500 miliar pada 2026, dan menjadi Rp1 triliun pada 2028.

“Dan saat ini sudah banyak perusahaan asuransi yang sudah memenuhi syarat minimum Rp500 miliar,” ungkapnya.

Selanjutnya, untuk batas ekuitas modal minimum perusahaan reasuransi konvensional dari Rp200 miliar menjadi Rp1 triliun pada 2026, dan Rp2 triliun di 2028.

Diikuti dengan perusahaan asuransi syariah dari Rp50 miliar menjadi Rp250 miliar di 2026, dan Rp500 miliar pada 2028. Sementara itu, untuk perusahaan reasuransi syariah dari Rp100 miliar menjadi Rp500 miliar di 2026 dan Rp1 triliun pada 2028.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper