Bisnis.com, JAKARTA — Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI) memprediksikan hardening market masih berlanjut pada industri asuransi dan reasuransi global. Hal tersebut cukup berdamplan pada industri asuransi dan reasuransi di Indonesia.
Dengan adanya kondisi tersebut, Ketua AAUI Budi Herawan mengatakan pihaknya masih khawatir terkait dengan bisnis asuransi maupun reasuransi pada 2024.
“Kami agak sedikit tanda kutip 'pesimis' melihat outlook 2024 karena melihat kondisi pasar asuransi masih hardening. Kapasitas untuk renewal treaty kemungkinan akan turun, ini persoalan yang menjadi perhatian,” kata Budi saat menghadiri acara Maipark Award 2023 & Launching MCM 3.0 di Jakarta, Selasa (28/11/2023).
Budi mengatakan untuk melewati kondisi tersebut menurutnya butuh dukungan banyak pihak. Terutama penyelenggara asuransi supaya bersama-sama mencapai tujuan yang sama. Dia juga meminta dukungan regulator atau Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk meningkatkan kolaborasi supaya industri asuransi tetap tumbuh.
Di sisi lain, Direktur Utama PT Reasuransi Maipark Indonesia (Maipark) Kocu Andre Hutagalung bahwa hardening market yang terjadi pada industri asuransi global cukup berdampak.
“Jelas dirasakan siapa saja yang belanja ke luar pasti kena, kami terkena imbasnya,” kata Kocu.
Baca Juga
Dia mengatakan premi retrosesi yang dibayarkan ke luar negeri semakin mahal. Bahkan kenaikannya bisa mencapai 30—40%. Dia mengatakan apabila terus menerus terjadi, kondisi tersebut akan merusak struktur biaya. Terlebih premi yang dibayarkan asuransi ke Maipark tidak banyak berubah.
“Memang ini dialami semua perusahaan, pendapatan tidak banyak berubah, biaya proteksi semakin mahal. Memang ini anomali, hardening itu biasanya pendek tapi ini diprediksi akan panjang sekali,” ungkapnya.
Diberitakan sebelumnya, Budi juga sempat menyinggung bahwa kondisi industri asuransi umum dan reasuransi masih dalam keadaan belum sehat. Dia mengungkapkan bahwa masih terdapat beberapa perusahaan asuransi umum yang memiliki permodalan yang terbatas dengan rasio beban usaha rata-rata di atas 20%.
“Enggak sehatnya karena sudah pasti indikator hasil underwriting itu belum bisa menutupi biaya Opex,” kata Budi saat ditemui di Jakarta, Selasa (28/11/2023).
Pasalnya, Budi menyampaikan bahwa raihan laba yang dicetak industri asuransi mayoritas disokong dari hasil investasi. Hasil investasi sendiri berasal dari permodalan dan premi industri. Adapun, rasio investasi industri asuransi umum adalah sebesar 3,86% pada kuartal III/2023.
“Penyehatannya jelas, kita harus benar-benar menjadi satu-kesatuan yang utuh. Terjadinya perang dalam arti pemberian tambahan diskon [premi], itu juga harusnya enggak berlaku, yang dirugikan siapa, penanggungnya sendiri, bukan tertanggung, tertanggung diuntungkan terus, sedangkan terjadi inflasi [di global],” ungkapnya.