Bisnis.com, JAKARTA— PT Asuransi Ekspor Indonesia atau Asuransi Asei menyebut tengah bernegosiasi dengan perbankan terkait asuransi kredit. Seperti diketahui, Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) Nomor 20 Tahun 2023 (POJK 20/2023) tentang Produk Asuransi yang Dikaitkan dengan Kredit atau Pembiayaan Syariah dan Produk Suretyship atau Suretyship Syariah dalam menjalankan lini usaha asuransi kredit mewajibkan bank dan perusahaan asuransi berbagi risiko.
Direktur Utama Asuransi Asei Dody Dalimunthe mengatakan pihaknya tengah berproses untuk meyakinkan pihak bank terkait dengan penetapan premi berdasarkan aturan ini. Pasalnya, selain berbagi pendapatan, regulasi juga menetapkan bank dan perusahaan asuransi untuk berbagi risiko kredit sesuai dengan ketentuan yang diatur. Pihaknya juga berkoordinasi dengan pihak pialang asuransi supaya nanti dapat menjelaskan kepada pihak bank terkait perubahan ini.
“Kami sedang berproses untuk meyakinkan pihak bank dan pihak pialang yang kami harapkan juga bisa meng-introduce ini kepada pihak perbankan. Terus terang Asei akan menjalankan POJK [20/2023] ini. Karena memang ini yang kami tunggu dalam rangka untuk menjalankan asuransi kredit ini bisa proper,” kata Dody dalam sharing session 'Harmonisasi Produk dan Layanan Asuransi Kredit Terkini Berdasarkan POJK No.20/2023 dari Perspektif Praktisi' yang digelar Asosiasi Ahli Pialang Asuransi dan Reasuransi Indonesia (Apari) di Gedung Perpustakaan Nasional di Jakarta Pusat, Kamis (29/2/2024).
Menurut Dody, peraturan POJK 20/ 2023 tidak akan berjalan baik tanpa kesamaan pandangan antara pihak asuransi, perbankan dan pihak pialang, yang nantinya menjadi penengah antara asuransi dan bank. Selain itu, Dody bilang, Asei juga telah melakukan persiapan khusus lainnya seperti halnya menyiapkan unit khusus hingga aktuaris.
Dari sisi perbankan, Dody juga bertahap kreditur bisa lebih baik dalam menyeleksi calon debiturnya untuk menghindari kredit bermasalah. “Jadi semuanya masih berproses, saya harap kerja sama ini bisa dijalankan dengan baik sesuai POJK 20/2023,” tuturnya.
Dody menyadari bahwa asuransi kredit telah mengguncang perusahaan asuransi dan reasuransi beberapa tahun terakhir. Khususnya asuransi umum yang mana sebelumnya lebih banyak melakukan perhitungan tarif jangka pendek, bukan jangka panjang. Padahal asuransi kredit sendiri biasanya berpaku pada perjanjian jangka panjang.
Baca Juga
“Dampaknya terasa waktu Covid-19 kemarin, selain meninggal dunia banyak usaha juga yang collapse. Jadi kemampuan tidak bayarnya pun meningkat,” ungkap Dody.
Dikutip dari POJK/2023, perusahaan asuransi umum dan perusahaan asuransi umum syariah wajib memiliki pembagian risiko dengan Kreditur dalam penyelenggaraan produk asuransi kredit dan asuransi pembiayaan syariah.
Adapun penetapan risiko yang ditanggung kreditor paling sedikit 25% dari nilai saldo kredit atau pembiayaan syariah pada waktu terjadi risiko yang ditanggung. Selain itu nilai pertanggungan/manfaat bruto, paling tinggi adalah 10% dari ekuitas perusahaan asuransi umum dan perusahaan asuransi syariah.
Sementara nilai retensi sendiri, paling tinggi 5% dari ekuitas perusahaan. Dari sisi kinerja sepanjang 2023, Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI) mencatat premi asuransi kredit naik ke urutan kedua sebagai kontributor premi terbesar untuk industri asuransi umum, setelah properti. Padahal selama tiga tahun terakhir, asuransi kredit berada di bawah lini usaha properti dan kendaraan bermotor.
Premi asuransi properti mencapai Rp26,48 triliun pada 2023. Angka tersebut naik 1% apabila dibandingkan dengan Rp26,23 triliun pada 2022. Sementara premi asuransi kredit mencapai Rp22,3 triliun yang mana naik 56,2% dibandingkan dengan Rp14,29 triliun pada 2023. Pada urutan ketiga, premi asuransi kendaraan mencapai Rp19,47 triliun atau naik 7,4% dibandingkan Rp18,1 triliun pada 2022. Sementara secara total, kinerja premi industri asuransi umum naik sebanyak 15,3% menjadi Rp103,86 triliun dari sebelumnya Rp90,1 triliun pada 2022.
Namun demikian klaim pembayaran asuransi kredit juga tetap mengalami lonjakan sepanjang 2023. Klaim yang dibayar industri asuransi umum terhadap lini bisnis kredit mencapai Rp16,88 triliun, melonjak 33,8% dibandingkan dengan Rp12,6 triliun pada 2022. Trinita mengatakan pembayaran klaim tersebut paling banyak terjadi pada sektor produktif yakni asuransi mikro dan Kredit Usaha Rakyat (KUR). Menurutnya sektor-sektor tersebut memang sensitif dengan kondisi ekonomi dan perubahan yang terjadi.