Bisnis.com, JAKARTA - Dalam industri perbankan syariah Tanah Air dikenal dengan istilah five percent trap atau jebakan lima persen.
Istilah tersebut muncul karena nilai aset perbankan syariah sulit melampaui 5 persen dibandingkan dengan aset yang dimiliki bank umum konvensional. Namun, angka 5 persen tersebut akhirnya pecah setelah sekian lama bertahan pada Oktober 2019, pangsa pasar bank syariah menembus 6,01 persen.
Data terakhir yang dirilis Otoritas Jasa Keuangan (OJK), per April 2020 market share bank syariah berada di angka 6,02 persen atau dengan aset senilai Rp521,23 triliun.
Walaupun telah keluar dari jebakan lima persen, industri perbankan syariah nasional semestinya bisa melakukan hal lebih. Pasalnya, jumlah penduduk muslim Indonesia merupakan yang terbesar di dunia.
Berangkat dari sini, Menteri BUMN Erick Thohir sedang menyiapkan rencana merger bank syariah milik BUMN. Sejatinya wacana ini sudah ada sejak masa akhir pemerintahan SBY, tetapi belum terealisasi hingga sekarang.
Pada Kamis (2/7/2020), Erick menyampaikan upaya merger bank syariah BUMN dilakukan untuk mendorong pengembangan pasar keuangan syariah. Menurutnya, pasar syariah juga memiliki prospek kebutuhan yang cukup besar di Indonesia.
"Kami sedang mengkaji bank-bank syariah ini jadi satu. Insya Allah Februari tahun depan jadi satu, Bank Syariah Mandiri, BRI Syariah, dan sebagainya," katanya.
Menteri BUMN Erick Thohir (dari kiri) didampingi Wakil Menteri BUMN II Kartiko Wiroatmojo dan Staf Khusus Menteri BUMN Arya Sinulingga mengikuti rapat kerja dengan Komisi VI DPR RI di kompleks parlemen, Jakarta, Senin (2/12/2019). Bisnis/Arief Hermawan P
Menurutnya, dengan status negara dengan penduduk muslim terbesar di dunia maka kebutuhan akan jasa keuangan syariah harus difasilitasi di Indonesia.
Selain itu, dia memperkirakan dengan merger yang dilakukan bank syariah pelat merah ini akan masuk jajaran delapan bank terbesar di Indonesia dari sisi aset. Dengan demikian, kemampuan penyaluran pembiayaannya juga akan meningkat.
Menurutnya, kehadiran bank syariah milik BUMN dengan kapasitas besar juga akan memperluas pilihan pendanaan sektor riil yang selama ini masih bergantung kepada bank BUMN.
Saat ini ada tiga bank umum syariah yang merupakan anak usaha BUMN, yaitu PT Bank BNI Syariah, PT Bank Rakyat Indonesia Syariah, dan PT Bank Syariah Mandiri. Satu lagi masih berupa unit syariah yaitu Unit Usaha Syariah PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk.
Apabila ketiga BUS tersebut melakukan merger, maka total aset perbankan syariah milik Himbara akan menjadi Rp208,07 triliun. Sementara itu, jika digabungkan dengan UUS BTN, total aset akan menjadi Rp236,86 triliun.
Di sisi lain, upaya penyehatan Bank Muamalat juga masih berproses. Bank ini merupakan bank syariah pertama di Indonesia.
Pernah muncul kabar mengenai permintaan OJK agar bank BUMN menjadi investor Bank Muamalat dengan melakukan merger anak usaha bank syariah pelat merah. Deputi Komisioner Humas Dan Logistik Anto Prabowo saat dihubungi medio Juni 2020 tidak membantah kabar tersebut.
“Memang rumor [merger bank] BUMN itu kan lebih merupakan imbauan, termasuk jika akan melakukan rencana merger bank-bank syariah pelat merah yang sekarang banyak, tapi dorongan untuk bisa mewujudkan ekonomi syariah masih sebatas angan-angan,” ujarnya.
Menurutnya, apabila bank syariah milik bank BUMN dimerger dengan Bank Muamalat akan menjadi kekuatan besar perbankan syariah.
Pekerja melintas di depan logo Bank Muamalat di Jakarta, Kamis (5/3/2020). Bisnis/Abdurachman
Sementara itu, Corporate Secretary Bank Muamalat Hayunaji menyampaikan bahwa rencana aksi korporasi perseroan untuk menambah modal masih berjalan dengan Al Falah.
“Komunikasi antara perseroan, investor, dan OJK secara intens masih tetap dilakukan. Meskipun demikian, sehubungan dengan adanya musibah pandemi Covid-19 yang tengah terjadi memang sedikit banyak akan berdampak pada proses tersebut,” tuturnya, Selasa (9/6/2020).
Dia menyampaikan manajemen terus berupaya agar proses ini dapat segera rampung sesuai target yang diamanatkan pada tahun ini.
Hayunaji enggan berkomentar mengenai keinginan OJK agar Muamalat merger dengan bank syariah milik bank BUMN. “Terkait bagaimana preferensi OJK, kami tidak berwenang untuk berkomentar,” ujarnya.
Selain dengan Al Falah, potensi Bank Muamalat untuk mendapat suntikan dana segar dari Badan Pengelola Dana Haji (BPKH) menguat seiring dengan semakin banyaknya program kerja sama yang dilakukan.
Pada Kamis (2/7/2020), BPKH mengunjungi kantor pusat Bank Mualamat dengan agenda utama yakni membahas skema pembiayaan pelaksanaan program haji. Namun, manajemen tidak mengelak adanya agenda lain seperti penyuntikan dana untuk penguatan modal Muamalat.
Chief Executive Officer (CEO) Bank Muamalat Achmad K. Permana mengonfirmasi adanya pihak baru yang serius dalam penyuntikan modal tahun ini.
“Kami koordinasikan terus dengan Otoritas Jasa Keuangan. Di samping ada yang terdaftar ada juga yang lain, tetapi memang kami belum bisa disclose,” katanya.
Dia menjelaskan pemilihan investor baru nanti tidak hanya mengacu pada kemampuan modal, tetapi juga kapasitasnya dalam membantu pengembangan perseroan.
Baca Juga : Bank Muamalat Dukung Gerakan Haji Muda BPKH |
---|
Dalam kesempatan yang sama, Anggota Badan Pelaksana (BP) BPKH Iskandar Zulkarnain enggan mengomentari potensi BPKH untuk ikut membantu permodalan Bank Muamalat. Meski demikian, BPKH sebelumnya telah mengonfirmasi rencana untuk menyuntikkan modal di bank syariah tersebut.
Anggota BP BPKH Bidang Investasi Beny Witjaksono mengatakan pihaknya telah lama menjadi pemegang saham di Bank Muamalat meski dengan porsi yang sangat kecil.
BPKH pun berencana untuk meningkatkan porsi sahamnya guna mengoptimalkan aset kelolaan yang saat ini tercatat Rp123 triliun.
“Kami punya rencana, dan telah mengajukan proposal ke OJK dan Bank Muamalat. Namun, semua nantinya tergantung pada otoritas yang mengacu pada aturan yang berlaku,” katanya.
Adapun, Beny menyebutkan perseroan memiliki kemampuan investasi langsung sebesar 20 persen dari total aset, atau dengan skema investasi lainnya sebesar 10 persen dari total aset.