Bisnis.com, JAKARTA - Investor publik dinilai dapat menjadikan kenaikan target dividen yang dipatok bagi bank pelat merah sebagai acuan untuk memperkirakan apresiasi saham emiten BUMN.
Head of Equity Trading MNC Sekuritas Frankie Wijoyo Prasetyo menyampaikan dalam RAPBN 2022 pemerintah menargetkan deviden dari BUMN sebesar Rp35,6 triliun. Dari jumlah itu, sebanyak Rp19,64 triliun ditargetkan dari BUMN sektor perbankan dan Rp15,97 triliun sisanya dari BUMN non-perbankan. Target deviden BUMN ini naik sebesar 18,6% bila dibandingkan dengan outlook tahun 2021 ini.
"Tentu target penerimaan deviden BUMN ini, telah melalui kajian dari pemerintah sendiri, bahwa pemerintah juga telah memperhitungkan kinerja BUMN pada 2021 ini, seperti perbaikan portfolio BUMN melalui restrukturisasi korporasi," sebutnya, Rabu (18/8/2021).
Dia menyampaikan kenaikan target deviden BUMN ini oleh pemerintah merupakan sentimen yang baik untuk sektor perbankan plat merah. Dengan kenaikan target ini, emiten-emiten pelat merah memang dituntut untuk bisa menorehkan kinerja yang bukan hanya stabil tetapi bertumbuhan.
Menurutnya, target pertumbuhan ini juga bukan hanya baik untuk pemerintah tetapi juga untuk investor publik dan perseroan itu sendiri.
Dari kajian pemerintah yang memasang kenaikan target pendapatan deviden BUMN ini sebesar 18,6%, laanjutnya, bisa dijadikan acuan bagi investor publik dalam melakukan proyeksi pertumbuhan kinerja emiten-emiten plat merah khususnya sektor perbankan untuk tahun 2022 yang akan datang.
Baca Juga
"Apalagi memang saham-saham Bank Himbara (Himpunan bank milik negara0 saat ini cukup menarik karena nilai sahamnya masih cenderung berharga ekonomis," imbuhya.
Dia melanjutkan, sektor perbankan memiliki kinerja yang stabil di pada paruh pertama tahun ini. Bahkan, beberapa bank mampu bertumbuh di sela-sela kemelut pandemi Covid-19 yang mengerus kinerja ekonomi hampir di segala sektor.
Hal ini antara lain tercermin dari kinerja BBRI yang mencatatkan pertumbuhan laba bersih sekitar 22,93% pada kuartal II menjadi sebesar Rp12,54 triliun dari periode yang sama tahun sebelumnya yang berjumlah Rp10,18 triliun.
Kendati BBRI tidak lagi mencatat kredit syariah pascamerger anak usahanya ke PT Bank Syariah Indonesia, BBRI masih memiliki pertumbuhan yang cukup baik, apalagi lebih terfokus pada pembiayaan UMKM.
"Hal yang serupa pun dialami oleh BMRI yang juga mencatat pertumbuhan laba bersih sekitar 21,5% di kuartal II ini, dengan nilai Rp12,5 triliun," paparnya