Bisnis.com, JAKARTA — Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) menyampaikan bahwa industri financial technology peer-to-peer (fintech P2P) lending alias pinjaman online (pinjol) memiliki kontribusi positif terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia.
Hal itu tercermin dari akumulasi penyaluran pinjaman yang diberikan fintech P2P lending sejak perusahaan berdiri mencapai Rp601,41 triliun pada April 2023. Posisi itu meningkat 66,05 persen secara tahunan (year-on-year/yoy) dari periode yang sama 2022 bernilai Rp362,19 triliun.
Merujuk data Statistik Fintech Lending edisi April 2023 yang dipublikasikan OJK pada 31 Mei 2023, akumulasi itu berasal dari wilayah Jawa yang mendapat pinjaman senilai Rp489,96 triliun atau tumbuh 63,57 persen yoy dari 299,53 triliun pada April 2022.
Sementara itu, sisanya berasal dari wilayah luar Jawa mengalami pertumbuhan penyaluran sebesar 77,87 persen yoy dari Rp62,65 triliun menjadi Rp111,45 triliun.
Direktur Eksekutif AFPI Kuseryansyah mengatakan industri fintech lending menjadi industri yang berkontribusi positif bagi pertumbuhan ekonomi nasional.
“Kita ini 6 tahun kontribusi positif terus, kredit nasional di bawah zero, kami [fintech lending] 25 persen. Kredit nasional tumbuhnya 7 persen dan kami 115 persen. Jadi kontribusi positif terhadap ekonomi nasional sudah berlangsung 6 tahun ini dan akan konsisten di tahun-tahun ke depan,” kata Kus saat ditemui usai acara dalam Media Luncheon di Jakarta, Selasa (13/6/2023).
Baca Juga
Namun demikian, Kus mencatat penyaluran pinjaman fintech lending mengalami penurunan hingga 12,1 persen secara bulanan (month-to-month/mtm) dari Rp19,73 triliun pada Maret 2023 menjadi Rp17,29 triliun pada April 2023. Menurut Kus, penurunan penyaluran tersebut harus menjadi perhatian industri.
“Kalau disbursement [penyaluran] ada perlambatan pertumbuhan. Nominalnya masih naik, tapi ada pelemahan di pertumbuhannya. Itu juga kita alert ya, waspada, nggak boleh dibiarkan juga. Kita harus cari tahu kenapa ada perlambatan,” ujarnya.
Kus menjelaskan bahwa perlambatan terhadap penyaluran pinjaman salah satunya diakibatkan faktor makro ekonomi. Selain itu, 102 pemain fintech juga perlu mengelola kapasitas hingga tata kelola perusahaan agar industri fintech tetap menjadi pendorong pertumbuhan ekonomi.
“Kalau masalahnya karena kapasitas, risk management, governance, dan compliance-nya yang kurang baik, lalu fit di lapangannya pun kurang, maka platform-platform fintech harus segera berbenah dan memperbaiki diri,” tandasnya menjawab banyaknya sorotan akan pelaku bisnis ini.