Bisnis.com, JAKARTA - Anggota Komisi VI DPR RI Andre Rosiade menyoroti rencana penunjukkan Himpunan Bank Milik Negara (Himbara) sebagai penyangga bagi bank-bank yang mengalami kesulitan likuiditas. Padahal, fungsi tersebut merupakan ranah Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
“Kalau Himbara yang menjadi tumpuan untuk menilai dan membantu likuiditas bank-bank yang sedang kesulitan, kerja OJK ngapain dong? Ini kan seharusnya OJK yang melakukan bukan Himbara sebagai bank yang diawasi oleh OJK,” kata Andre Rosiade melalui keterangan resminya, Rabu (6/5/2020) malam.
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyebutkan bank-bank yang mulai mengalami kesulitan likuiditas dapat melakukan mekanisme antarbank dengan bank Himbara. Dengan alasan, bahwa bank Himbara mendapatkan likuiditas yang digelontorkan dari Kementerian Keuangan melalui Bank Indonesia dalam bentuk simpanan.
Menurutnya, saat ini semua negara termasuk Indonesia sedang memasuki masa krisis yang berimbas kepada perekonomian. Hal ini juga berpotensi mengganggu likuiditas bank-bank di tanah air. Bahkan Presiden sudah membantu dengan mengeluarkan perppu, sehingga tidak ada alasan bagi regulator perbankan untuk tidak melakukan fungsinya dalam menangani kesulitan likuiditas beberapa bank.
Dia mengatakan, apabila bank Himbara melakukan tugas sebagai penyangga likuiditas, maka tugas tersebut bertentangan dengan UU PPKSK dan Perppu Nomor 1 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan Negara untuk Penanganan Pandemi Covid-19 dan/atau dalam rangka Menghadapi Ancaman yang Membahayakan Perekonomian Nasional dan/atau Stabilitas Sistem Keuangan.
"Kalau Himbara menjadi penyangga, bagaimana fungsi kontrol dan pengawasan Himbara terhadap perbankan yang kesulitan likuiditas tersebut? Jangan sampai mempertaruhkan Himbara kalau terjadi sesuatu karena harus menjalankan tugas sebagai penyangga,” terangnya.
Andre mengemukakan, daripada OJK melempar tanggungjawab kepada bank Himbara, Sebaiknya otoritas dapat menjalankan opsi untuk menggunakan uang iuran perbankan di Lembaga Penjamin Simpanan (LPS).
“Saat ini saldo iuran perbankan mencapai sekitar Rp128 triliun di LPS. Ini bisa untuk membantu mengatasi likuiditas beberapa bank. Toh, itu iuran perbankan yang memang ditujukan untuk digunakan saat terjadi krisis. Dan sekarang kan memang sedang krisis, jadi bisa memanfaatkan dana itu. Lagipula, mekanisme penggunaannya sudah ada di LPS sehingga bisa dipakai sebagai opsi untuk penyelamatan bank,” tuturnya.